Selasa, 01 November 2016

Tentang Kita

Ya akhi, jika engkau berpikir hadirku kembali, menghidupkan rasa yang lama. Maaf ya Akhi, sungguh tidaklah demikian maksud hati ini.

Ya Akhi, tidak ku sesalkan kita pernah bersama, tidak pula ku tangisi perpisahan di antara kita. Begitulah takdir yang harus dilewati. Luka memang, tapi tidak mengapa jika kita mampu mengambil pelajaran darinya.

Ya Akhi, justru sangat ku sesalkan bila di hati kita masih terselip harapan untuk kembali bersama, berdua-duaan, bercengkrama hingga larut malam, saling memberi perhatian, saling merindukan padahal kita paham bahwa perilaku semacam itu tak dapat di benarkan.

Ya Akhi, maaf jika aku pergi tanpa pamit. Sebab rasanya tak ada alasan yang bisa ku jelaskan. Sebagimana dulunya aku datang tanpa permisi.

Senin, 31 Oktober 2016

Hati yang lelah

  اسلام عليكم
Apa kabar saudariku?
Semoga hati-hati kita masih sama seperti yang dulu.
Rindu, sungguh hati ini merindu  ya ukhti. Rindu kebersamaan, tawa, canda, celoteh dan hari-hari dimana kita berjuang, mengikis ego, saling memahami. Kita memang berbeda namun tujuan kita sama.
.
Apa kabar hati-hati kita, mungkinkah ia mulai lelah?  Atas amanah yang dibebankan. Atas perjuangan tanpa ujung.
.
Masihkah kita menjadi orang-orang pilihan.  Insan yang diberi kesempatan, lebih dari yang lain. Mengemban tanggungjawab sekaligus belajar.
.
Hati kita mungkin mulai lelah, melihat kenyataan yang tak seindah harapan.
Ingat ya ukhti,  tugas kita menasehati bukan menghakimi,  tugas kita memahamkan bukan memaksakan.
Paham tanpa paksaan, paham tanpa hinaan.
.
Dakwah sungguh tak lagi Indah jika niat kita telah berubah yang dulunya untuk Allah sekarang berubah karena untuk manusia, untuk organisasi dan kepentingan kelompok.
.
Tugas kita memperbaiki tanpa harus merusak. Jika ada yang salah hari ini, bukan manusianya yang salah. Barangkali hati-hati kita sedang kotor, sedang lelah dan niat kita mungkin telah berubah pula.
.
Sebelum memperbaiki umat, jauh lebih kita memperbaiki hati.

Kamis, 13 Oktober 2016

Jawaban yang tak sesuai kenyataan

Entah hanya aku mungkin yang merasa, atau mungkin juga ada segelintir orang diluar sana merasakan hal yang sama.

Entah kemana harus bertanya, entah pada siapa harus berbagi. Keresahan yang menghadirkan banyak tanya. Mengahantarkan pada kegelisahan yang tak berujung.

Ku temukan diriku dulu hanya seorang anak manusia yang mengaku beragama. Namun, hidupnya sangat jauh dari nilai-nilai agama. Ku tahu Tuhanku, sekedar tahu saja. Ku tahu nabiku, sekedar tahu saja.

Hidayah menyapa. Setelah begitu banyak pertanyaan bergemul di benak. Dari mana? Hendak apa? Kemana muara kehidupan ini?

Satu persatu pertanyaan mulai terjawab. Aku pikir ketika ku temukan jawaban, keresahanku mulai berkurang.

Entah mengapa, ada sekelumit tanya yang tak bisa terjawabkan, meski berkali-kali ku temukan jawaban.

Jawaban yang benar, kenyataan yang berbeda, mungkin demikian. Apa yang salah? Begitulah tanya yang seakan enggan pergi.

Dari satu langkah ke langkah yang lain, dari satu tempat yang lain. Ku temukan fakta, bahwa banyak orang-orang dan akupun di antaranya.

Bangga pada tempat kajiannya, membangga-banggakan lalu dengan sadar merendahkan yang lain. Membangga-banggakan lembaganya, ormasnya meremehkan yang lain. Mebangga-banggakan kelompoknya merendahkan yang lain.

Yang tak sepaham berarti tak segolongan. Engkau dari mana, aku dari mana.

Bukan. Bukan karena aku bingung menyimpulkan mana yang benar mana yang salah. Hanya saja aku bingung, kenapa semua merasa benar, sibuk membenar-benarkan dan yang paling membingungkan kenapa sibuk menyalahkan.

Entahlah... Mungkin hanya aku yang merasa. Mungkin hanya aku pula yang sibuk bertanya.

*Adibah Damayanti

Rabu, 12 Oktober 2016

Tentang Kita (Part 1)

Teruntuk dirimu yang tertulis namanya di lauh mahfuz, yang terus memperbaiki diri, istiqomah dalam kesendirian, menjaga pandangan tidak pula mengumbar harapan. Kelak, jika kita bertemu, semoga engkau menemukan diriku seperti halnya dirimu.

Jika aku berharap kebaikan yang apa pada dirimu adalah kebaikan untukku. Kaupun berhak mendapatkan kebaikan yang ada pada diriku.

Semisal ada keburukan pada dirimu, tentulah kan kau temui keburukan pada diriku.

Sebagimana usaha dan sabarmu, sedemikian pula ikhtiar dan doaku.

Jika tak satupun wanita yang berani kau sentuh jemarinya. Maka tak satupun lelaki yang ku izinkan menyentuh jemariku.

Sebesar apa harapanmu agar dipertemukan dengan yang terbaik, sebesar itu pula harapanku.

*Adibah Damayanti

Selasa, 11 Oktober 2016

Menyesal, kenapa baru baca sekarang

Dulu... Waktu masih kuliah buku yang satu ini, jangankan baca, liat judul sama sampulnya saja sudah tdk suka. "Nikmatnya pacaran setelah pernikahan" di tambah gambar ada pasangan suami istri lagi boncengan naik sepeda. Keknya pembahasannya nikah-nikah, malas masih kuliah, mau fokus jomblo dulu (hehehe) fikiran saya waktu itu.

Cukup lama buku ini menginap di kos, selama itu juga saya tidak pernah baca bukunya, liat dari kejauhan. Tidak tertarik sama sekali.

Ada beberapa senior merekomendasikan, "Baca dek, bukunya Bagus. " kesimpulan dari mereka isinya Bagus. Fikir saya paling senior, mau menikah, makanya bilang Bagus.

Beberapa tahun kemudian, saya akhirnya membeli buku ini juga. Alasannya, buka karena penasaran sama tulisannya yang katanya keren itu, tapi karena kebiasaan saya beli buku di toko buku online kalau timbangannya belum cukup 1 kg, mesti tambah 1 buku lagi. Sayang ongkir ( hehehe)

Entah karena waktu itu saya sedang galau atau entah karena apa, yang pasti sebab izin Allah. Saya membaca buku ini sampai selesai. Dan kesimpulannya, saya menyesal kenapa baru baca bukunya bulan September kemarin, kenapa tidak dari tahun-tahun kemarin.

Nikmat Pacaran Setelah Pernikahan, menggugah dan menginspirasi.

Malam ini, sahabat skaligus spupu plus teman sekos saya, lagi baca buku ini. Baru halaman awal sudah meneteskan air mata. Saya tidak tahu karena dia terbawa perasaan atau entah karena berpikir, "kenapa baru baca bukunya sekarang. "

Nah, buat kamu-kamu yang sedang di uji perasaanya. Sedang dekat sama seseorang tanpa kejelasan dan kamu tahu apa hukumnya. Tapi, karena kurang yakin, setengah-setengah berhijrah, tetap saja berhubungan. Buku ini bisa jadi solusi.

Tulisan ini tidak bermaksud promosi. Sekedar ingin berbagi, merekomendasikan buat para muslim wa muslimah yang belum ingin menikah, yang punya gandengan tapi belum nikah² atau yang ingin menikah tapi belum punya gandengan (calon).

*Adibah Damayanti

Jumat, 07 Oktober 2016

Markas Muslimah

Kenyataannya kalian memang menyebalkan, suka membuat kesal, gaduh, usil. Terlepas dari semua itu bagiku kalian adalah guru-guru kehidupan.

Terimakasih, karena menjadikanku bagian dari kalian. Betapa hati ini merindu, rindu akan prinsip dan saling menghargai di antara kita.

Tentang malam minggu, bahkan kita rela menghabiskan ratusan malam minggu, di dalam rumah tanpa berfikir waktunya jalan-jalan untuk melepas penat sepekan. .
Ketidak adaan uang jadi alasan utama, ketidak adaan pacar adalah alasan berikutnya. Tapi tidak mengapa, kita adalah orang-orang bahagia.

Siapa diantara kita yang membawa teman lelaki, sahabat saudara atau siapa saja yang hendak bertamu, akan meminta izin terlebih dahulu, memberi tahu siapa yang akan datang. Jam 10 adalah batas maksimal waktu bertamu. Selebihnya, dikembalikan ke perasaan tamu, dan orang yang di kunjungi.

Jika ada yang keluar rumah, maka selalu ada pemberitahuan lewat sms, jam berapa pulang, tanpa harus ditanya, tanpa harus di peringatkan.

Dan dengan siapa pergi, pasti ada salah satu di antara kita di beri tahu, jika sifatnya privasi.

Hebatnya kalian, itu semua terbentuk tanpa peraturan tertulis. Karena ada rasa saling menghargai, rasa "tidak enak" yang membentuk rasa saling memahami. Hingga akhir kuliah, kita tetap bertahan di satu rumah yang sama dengan orang yang pula.

Dengan bangga ketika pulang kampung aku menceritakan kalian kepada orang rumah. Tentang kita yang tidak pernah berseteru perihal makanan. Tentang kita yang selalu kompak mengumpulkan uang bulanan. Tentang kita selalu bersedia membayar denda karena lupa atau sengaja tidak melaksanakan tugas bersih-bersih. Tentang kita yang selalu ada hari untuk makan bersama. Tentang kalian dengan prinsip hidup luar biasa.

Terimakasih, karena dari kalianlah aku belajar tentang kesederhanaan. Dengan
seapaadanya kalian, tidak ada alasan untuk tidak bahagia.

Tetaplah seperti yang dulu, meski kita tidak lagi menjadi penghuni markas muslimah. Tetaplah seperti dulu, tetap pegang prinsip, bahwa kita tidak akan melepas status "Jomblo" hingga Allah, mempertemukan kita dengan pria yang bertanggung jawab, yang tidak berani mendekat karena modal nekat.

Suatu hari nanti, aku akan bercerita pada "Abu goib" begitulah kalian menyebutnya. Tentang kalian yang luar biasa. Suatu hari nanti aku akan bercerita pada anak-anakku, ponakan mungil kalian, bahwa mereka memilik tante yang luar biasa seperti kalian. Suatu hari nanti aku sangat bangga membagikan kisah kita kepada cucu-cucuku, bahwa mereka memiliki nenek luar biasa, seperti kalian.

Jika diberi kesempatan, aku akan mengajak "Abu goib" bersama ponakan kalian, melihat kembali sejarah, perjalanan hidup kita di kota Daeng.
Semoga kita bisa bertemu di sana, bersama "Abu goib" kalian dan tentu bersama penokan-ponakanku yang lucu-lucu.

Salam rindu untuk kalian penghuni "Markas Muslimah"

*Adibah Damayanti

Kamis, 06 Oktober 2016

Ayah...

Jikapun ayah tak ada di samping, merasalah selalu terawasi olehnya. Kita tak akan berani keluar rumah tanpa sepengatahuannya, kita tak akan berani menerima ajak seorang pria tanpa izinnya. Dan kita tidak akan berani pulang larut malam bersama seoarang lelaki jika kita tahu bahwa ayah sedang menunggu di rumah.

Menghormati, bukan hanya karena Ayah ada didepan kita, bukan karena ia mengawasi apa yg kita perbuat.

Sejauh apapun kaki melangkah, terpisah jarak dan penjagaan, penghormatan kita tidak akan pernah terputus.

Memang hidup kita berjauhan, tapi itu bukan berarti sebebas-bebasnya kita berbuat, sesuka hati kita berkehendak.

Bukan alasan, ketika kita meyakinkan diri bahwa tidak akan terjadi apa-apa, bahwa semua akan baik saja.

Dunia ini, teramat kejam untuk jawaban sepolos itu.

Pikirkan Ayah kita yang teramat percaya, ia termat baik memberikan kesempatan, diatas semua keraguan yang terpikirkan, masa depan anaknya lebih ia utamakan.

Kita tidak akan berhenti menghormati ayah, walau ia jauh sekalipun.

*Adibah Damayanti

Rabu, 05 Oktober 2016

Bersabarlah denganya...

Duhai,  bagaimanalah bisa kujelaskan jika sampai detik ini kita tdk pernah sepaham.

Bagaimanalah bisa ku pahamkan,  jika kau tidak ingin memahami apa yang ku pahami.

Tidakkah kita sekeyakinan?

Maka jangan tanya lagi untuk apa aku menjauh. Jangan tanya lagi untuk apa aku menghindar.

Urusan diantara kita,  tidak hanya semata-mata perihal perasaan. Ada keimanan yang mesti kita pertanyakan.

Lupakan soal mesra, perhatian yang berlebih, kekhwatiran yang tak berujung. Karena dibalik itu, ada benih dosa yang sedang kita tanam,  kelak kan kita tuai di yaumul hisab.

Dengarkan aku!

Tidakkah kau ngeri,  membayangkan hari pembalasan?

Terlalu banyak hal yang mesti kita pertanggungjawabkan. Maka,  mari menguranginya,  dengan tidak ada lagi mesra di antara kita.

Sungguhpun rindu membelit,  derita  mengusik, bersabarlah dengannya. Karena alasan cinta,  tidaklah kita menjadi orang-orang yang menentang perintah-Nya.

Selasa, 04 Oktober 2016

Hijrahlah karena Allah...

Semoga Allah senantiasa melindungimu, membawa langkahmu kejalan cahaya, menuntunmu pada hidayah.

Allah mengatur segala yang terjadi diantara kita, Allah yang mempertemukan dua hati manusia yang mengaku saling mencinta namun belum pernah bertatap muka. Dua insan yang dulu kasih mengasihi diusia remaja, berjanji saling setia, namun akhirnya memilih berpisah.

Mengkhiri kisah yang tak tahu kemana muaranya, itulah jalan terbaik meski harus menanggung duka. Walau pilu ditanggung berhari-hari lamanya.

Empat tahun cukup sudah, sebagai penyembuh luka, pelebur dendam. Menghadirkan keikhlasan dan pelajaran bagi kehidupan.

Tidak perlu meminta maaf berkali-kali, sebab jauh hari sebelum kata maaf terucap, aku telah ridho dengan semua yang terjadi.

Meyakini apa yang terjadi adalah takdir Allah, begitulah caraku memahami peristiwa masa lalu kita.

Tak usah  ingatkan aku dengan masa lampau, walau sejauh apapun kaki ini melangkah, ia tidak akan terlupa.
Sebab dari sanalah banyak pelajaran yang ku peroleh. Belajar perihal takdir, ikhlas dan memaafkan. Kesemuanya itu sulit aku dapatkan ditempat lain.

Jangan pernah pengaruhi aku dengan kata-kata suka atau apapun itu, tak ada gunanya. Sebab aku, gadis yang belum pernah kau temui ini, telah berubah, tak sama lagi seperti dulu. 

Terimakasih karena telah mengajarkanku agar tak mudah percaya pada banyak lelaki.

Allah mengantarkan ke jalan hidayah, ketempat dimana ku temui cinta yang sesungguhnya dan tempat yang mengajariku bagaimana cara mencintai agar di ridoi oleh-Nya.

Sejak lama ingin ku ajak dirimu bersama menempuh jalan-Nya, merasakan nikmatnya iman. Namun kau sepertinya masih sibuk, berlompat dari satu hati wanita  ke hati wanita yang lain.

Beberapa kali ku menegurmu lewat tulisan, namun kau abai, jangankan membalas membacanyapun tidak
Aku memilih berhenti menegurmu, bukan karena aku menyerah, harapku tetap sama tidak berubah walau semili. Hanya saja, aku sadar mungkin belum waktunya kau untuk berubah. Sepertinya kau belum ingin jeda dari menikmati permainan dunia.

Saat usia kita telah dewasa, aku kembali ingin mengajakmu kejalan-Nya. Aku sadar perlahan kau mulai berubah, entah karena wanita yang menghuni hatimu kini atau karena kau telah menyadari hakikat kehidupan sebenarnya. Dari mana? untuk apa? dan hendak kemana?

Tugasku hanya mengingatkan, menasehati, tidak lebih. Jika terselip kata seolah menggurui, mohon ampuni sebab aku, seorang wanita yang baru belajar memperbaiki diri.
Aku ingin dirimu menjadi sosok lelaki yang mengagumkan, lelaki yang memiliki pemahaman agama yang baik serta pengamalan agama yang baik pula.

Harapku, kau memahami hakikat lelaki, bertanggungjawab, bijak dan tidak suka menghambur-hamburkan janji.

Lelaki yang pantas dipatuhi oleh istri, lelaki yang pantas untuk teladani oleh anak-anakmu kelak,  lelaki yang pantas untuk dikagumi.

Menjadi sosok sederhana, mengerti apa yang ingin diraih dan apa yang harus ditinggalkan.

Dan kesemua itu bisa kau raih, jika kau ingin belajar memahami agama islam secara utuh dan menyeluruh.

Aku menyayangimu bukan sebagai orang yang dulu pernah mencintaimu, bukan seorang yang dulu rela menyianyiakan waktu bersamamu. Aku menyayangi, sama halnya seperti aku menyayangi keluargaku, menyayangi sahabat-sahabatku.

Sebab aku menginginkan kebaikan bersama kalian, kebaikan yang Ingin ku sebar kebanyak orang. Kebaikan yang akan mempertemukan kita di jannah-Nya.

Hijrahlah, temui kehidupan yang lebih baik. Kita bersama-sama memperdalam ilmu agama.

Bukannkah dulu kita pernah menjadi dua orang yang sangat dekat. Tidak peduli walau kita tidak pernah bertemu. Bukankah dulu kita pernah menjadi akrab, meski awalnya kita tidak saling mengenal.

Maka tidak perlu sungkan bertanya, berbagi atau menasehati. Jangan menjadi asing, pada orang yang kau kenali. Bangun ukhuwah diantara kita. Bukan permusuhan yang harus yang terjadi, setelah perpisahan itu.

Dan hijrahlah karena Allah, Karena yang baik tentulah bersama yang baik pula.

Jadilah sosok lelaki yang mengagumkan untuk wanita yang akan mengabdikan seluruh hidupnya untukmu.

Sabtu, 01 Oktober 2016

Selasa, 28 Juni 2016

Wanita masa lalumu

Aku ingin berbagi kerinduan dengannya, pada wanita yang pernah menghuni relung hatimu. Aku tahu kau masih saja menghubunginya, bertanya kabar. Meskia dia, wanita dimasa lalumu tampak acuh, dia tidak marah pun tak membenci.

Kau berharap ia menghubungi, bertanya kabar walau sekedar berbasa-basi. Namun ia tak kunjung menyapamu, ketahuilah ia tidak melupakanmu.

Biar sedikit kujelaskan mengapa ia menjauhimu menjaga jarak. Ia tidak seperti wanitamu ini, wanita yang memaksa agar bisa memilikimu seutuhnya, meski aku sadar tak takdir belum tentu menyatukan kita.

Aku wanita yang selalu memaksa jalan cerita, membuat segalanya seolah indah, menipu hati kecilku. Ia wanita yang tahu sebatas mana ia harus mencinta, sebatas mana ia harus berjuang. Ia wanita masa lalumu, memperbaiki diri menjaga jarak bukan hanya denganmu tetapi dengan lelaki yang bukan mahram.

Ia wanita masa lalumu percaya pada takdir, bukan hanya dilisan, tidak sekedar dihati tetapi ditunjukan dengan perbuatan. Ia wanita masa lalumu, menjaga rindu, menyampaikannya pada pemilik hati.

Ia rela mundur, bukan karena memberikan kesempatan untukku, ia ingin agar kau ikut memperbaiki diri. Maafkan aku wanitamu, lisan kadang berdusta, aku tidak seuntuhnya mencintai, aku terlalu banyak menuntut, banyak meminta padahal cinta sesungguhnya bukan meminta tetapi memberi.

27 Juni 2016
*Adiba Damayanti

Untukmu, Penghuni hatiku

Harus ku akui, jika sikapmu mulai berubah. Tatapanmu tak lagi seindah dulu, senyumanmu tak lagi menyenangkan. Benarkah hatimu berpaling? Seperti dikatakan banyak orang.

Apa yang membuat cintamu memudar, bukankah aku masih secantik dulu, tak berubah, masih sama seperti pertama kali kita berjumpa. Tubuhku masih selangsing dulu, tak katemui lemak bersusun. Baju yang kau berikan, masih muat kupakai. Pesonaku, apa kau meragukannya? Lupakah kau, bagaimana caraku meyakinkanmu, berhari-berhari kau merajuk, mendiamkanku, tak sudih jika wanitamu banyak yang mengagumi.

Apa yang membuatmu berubah? Bukankah selama ini aku tak pernah menuntutmu lebih. Hanya cinta dan perhatian, itupun rela ku bagi dengan mereka yang juga menyayangimu. Aku juga tidak memintamu segera membawaku kedepan penghulu. Aku tahu perjuanganmu tidak mudah, wajah kusut dan cara bicaramu menjelaskan semuanya.

Kesetiaan, jangan lupakan itu, kita berjanji tidak akan saling menghinati.

Adakah wanita lain? Penghuni baru dihatimu. Apakah kau menemukan sosok keibuan darinya, pribadi yang tidak kau dapatkan dari wanita manja sepertiku. Maaf jika aku sedikit kaku, sulit menjadi seperti apa yang kau mau, sebab wanitamu ini tidak pernah mengenal sosok ibu seumur hidupnya. Wanita yang belajar kasih dari kerasnya kehidupan. Wanita yang tidak pernah mendapatkan kehangatan dalam keluarga. Wanita yang belajar cinta dari rasa iba orang.

Jika wanita baru itu mampu menjadi sandaran keluhmu, menjadi sosok ibu penghibur lelahmu. Izinkan aku wanitamu, belajar darinya, menimba ilmu menjadi sosok wanita keibuan yang kau idamkan. Kau tak perlu risau, aku tahu sebatas apa aku harus cemburu. Bukankah aku dan dia sama-sama wanita yang belum halal untukmu. Tak mengapa bila aku harus berbagi perhatian dengannya. Selama kau belum memutuskan pada siapa hatimu kan berlabuh, rasanya tak berhak aku melarangmu. Aku hanya wanita yang bertumpu pada janji-janjimu, sekali kau ingkar hilang semua harapanku.

Dan bila suatu hari nanti,  tak jua kau temui sosok keibuan dariku, izinkan aku belajar menjadi ibu dari anak-anakmu.
28 Juni 2016
*Adiba Damayanti

Sabtu, 16 April 2016

Topeng Pemberian Allah



Topeng Pemberian Allah...

Sebagai manusia kita tidak pernah luput dari kesalahan, khilaf yang di sengaja. Jika diibaratkan pakaian yang ditumpuk, dosa telah menggunung. Lalai, pura-pura tidak menyadari apa yang sedang di perbuat. Allah Maha Tahu, tidak ada yang kemudian luput dari pandangan-Nya. Kita merasa semua baik-baik saja, toh selama ini orang-orang masih saja memuji, menyanjung. Sepertinya kita memang tidak memilik dosa, kalau saja dosa itu ibarat belatung, maka tiap hari akan ada saja belatung yang kita keluarkan.
                 
           Jika kita jalan-jalan menyusuri kota atau menonton teve kita banyak menemukan wanita-wanita dengan bangga mempertontonkan aurat, bangga dengan pakaian minim. Seakan semua sah-sah saja, mengajarkan bahwa inilah pakaian wanita zaman ini. Saya merasa sedih, mengapa wanita di jadikan barang dagangan, di perjual belikan auratnya. Dan yang membuat saya lebih sedih lagi, ketika wanita rela menjual auratnya dengan iming-iming popularitas.

Topeng Pemberian Allah...
                 
               Bukannkah saya lebih banyak dosanya, dari wanita-wanita yang mengumbar aurat-aurat itu. Orang-orang hanya melihat apa yang tampak, tapi mereka tidak mengetahui siapa saya yang sebenarnya.  Pujian dan sanjungan yang saya dapatakan, karena Allah menutupi semua kesalahan, aib-aib saya yang bejibun. Karena Allah menghalau pandangan orang-orang dari dosa yang saya perbuat.  Saya mengenakan topeng pemberian Allah, topeng yang menutupi semua aib-aib saya.
                 
           Apalah arti pujian dan sanjungan manusia, jika sebenarnya yang terlihat hanyalah topeng pemberian Allah.
               

Kamis, 14 April 2016

Jiwa-Jiwa Qarun

Jiwa-jiwa Qarun...

Tanpa di sadari, perlahan namun pasti, sedikit lalu membukit jiwa-jiwa Qarun bersemai dihati. Jiwa yang sombong nan angkuh, mengkilap menyilaukan mata, melukai hati-hati mereka yang papah. "Ini semua karena usahaku" pernah mendengarnya, atau mungkin kita sering berucap demikian. Terkadang kita lupa, apa yang kita dapatkan bukan semata-mata karena kerja keras, bukan jua karena kita pandai dan lihai dalam berbagai macam usaha. Pernah melihat orang yang tidak pernah kaya, meski bekerja keras mengais rezeki ketika sebagian orang masih terlelap? Meski sekuat apapun usaha yang mereka lakukan, masih saja tidur di tempat kumuh, berpakaian lusuh. Apakah usaha mereka belum maksimal, ataukah mereka kurang cerdas untuk mendapatkan pundi-pundi rupiah?

"Itu karena mereka tidak bisa melihat peluang, saya juga dulu tapi lihat sekarang, apa yang tidak ada, rumah mewah, mobil, istri yang cantik anak yang banyak, penghasilan di atas rata-rata. Ini semua karena kerja keras saya."
Jiwa-jiwa Qarun...
Seperti itulah Qarun, mengakui bahwa semua yang ia miliki murni karena usahanya. Kesombongannya menjadikan Allah murka.
Mungkin sebagian dari kita termasuk saya juga, tanpa di sadari menabur benih kesombongan di dalam hati. Tak sekaya Qarun tapi sombongnya setara Qarun.

Jiwa-jiwa Qarun...

Apapun yang kita dapatkan hari, karena Allah Maha Pemurah, Pemberi rezeki bukan semata-mata karena kita pekerja keras, Allah yang berkehendak sekalipun kerja siang malam, banting tulang, jungkir balik kalau Allah belum menghendaki, tidak akan ada yang berubah.

Tetaplah meghargai orang yang lagi berusaha, bersyukur dan menyadari bahwa semua kita dapatkan adalah bentuk kemurahan Allah.
Kerja keras, berhasil tapi semua hanya pinjaman. Sukses semoga tidak menjadikan kita lupa apa yang kita miliki hanya titipan. Semakin banyak yang dititip semakin besar pula pertanggunjawabannya.

Kamis, 31 Maret 2016

Mantra

     Kokok ayam sahut menyahut menyambut sinar surya. Aku masih larut dalam lantunan zikir pagi, bermunajat pada Allah pemilik waktu. Mukena kesayang berwarna hijau membalut tubuh dan Al-qur'an di tangan kanan. Menikmati zikir demi zikir, meresapkannya kedalam jiwa yang kerontang. Ala bizikrillahi tatma innul qulub, ingatlah hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram. Zikir pagi menjadi pelindung hingga petang dari yang tampak maupun kasat mata. Hanya zikir yang menentramkan hati ketikan gulana mendera. Menanti sosok yang selalu menghiasi mimpi-mimpi. Wahai kau yang entah di mana kini temui aku di kehidupan nyata. Takkah kau lelah bertandang dalam bunga tidurku.

       Di sela doa kusisip namamu, kuadukan rindu yang kian hari kian menyiksa. Meratap pada Ilahi Rabbi, jika ini memang cinta biarlah ia datang pada waktu. Jika ini hanya nafsu, hapuskan ia dari ingatanku.

"Adinsa." Seseorang memanggil namaku.

Gadis berjilbab biru, tepat berdiri dibelakangku kini mengambil posisi duduk

disamping menatap lamat-lamat.

"Cinta sejati akan menemuimu, dan jika ia tidak datang menemui jelaslah bahwa ia bukan cinta sejatimu."

Mantra

      Apakah aku harus berlari meninggalkan semua ini, berlari mengejar mimpi, melepaskan masa lalu. Cinta tidak berbicara soal logika, ada rasa yang terkadang tak mampu di ungkap dengan kata. Waktu terus bergulir, dedaunan jatuh berguguran, musim penghujan telah berganti musim kemarau, lihatlah aku masih saja setia menunggu di tempat pertama kali kita bertemu. Musim kemarau dan debu berterbangan menyapu jalanan, pepohonan dan semua yang di laluinya. Aku masih bersama perasaan lima tahun lalu.  Duhai kau yang entah di mana kini, bukan hanya aku yang menunggu. Debu, angin dan gunung-gunung di lembah kita pun menanti. Kapan kau kan menemui kami dengan seyum ramah dan tutur katamu yang indah. Ribuan pria kutemui di luar sana, tak ada yang seelok sikapmu, tak ada sesantun katamu. 

       Lima tahun sudah kita berpisah, itu artinya ribuan hari kita tak pernah bersua. Lembah kita tak banyak berubah, pohon-pohon jarak masih patuh membenamkan akarnya di tanah gersang milik lembah kita. Apakah kau tak ingin menikmati kemarau di lembah ini dan merasakan panas di bawah terik matahari. Apakah kau tak rindu dengan suara gemericik air di sugai dan derasnya air terjun di lembah kita. Apakah kau tak ingin memandangi hamparan hijau tanaman padi dan gemerlap lampu di malam hari?

   Sejuta kata tersimpan dalam diam, tersembuyi dalam doa. Menghabiskan siang, bercengkrama dengan angin, menghabiskan malam menatap bulan dan bintang gemintang.  Meski kita terpisah jarak dan waktu, namun  kita tetap berada di bawah langit di atas tanah yang sama dan memandangi bulan yang sama

Pria Idaman, Pria yang Beriman

Pertanyaan Adinsa gadis berjilbab abu-abu, membuat Kak Teti terdiam, kedua kakinya berhenti menginjak pedal mesin jahit.
"Maksudnya? Pria yang rajin shalat, rajin mengaji, tapi kalau urusan rezeki dia berdalih rezeki Allah yang atur. Kakak tidak mengerti, memang ada yang seperti itu?"

Adinsa tersenyum, memandangi kak Teti dengan raut muka masih terlihat kebingungan. "Maksud aku, pria yang rajin ke mesjid, tapi kalau kerja untuk memenuhi kebutuhan anak istri, pasrah aja. Waktunya di habisin untuk shalat, nganji berdiam diri di rumah dan di mesjid."

Kak Teti mengela nafas, mencoba mencerna kata-kata Adinsa, " Kak Teti tahunya pria beriman itu adalah mereka yang memiliki  pemahaman agama yang baik, nggak berat sebelah. Imbang antara dunia dan akhirat. Pria yang rajin shalat, puasa, ngaji zakat pastilah ia bertanggung jawab pada anak dan istrinya."

"Sendainya ada yang seperti itu kakak pilih yang mana?"
Kak Teti menarik nafas panjang, memperbaiki letak jilbab ungu yang ia kenakan.  Berbalik badan, duduk tepat di depan Adinsa.

"Kakak tidak akan memilih kedua-duanya, karena bagi kakak pemahaman agama yang baik adalah modal utama dalam sebuah pernikahan. Keimanan tidak bisa dibeli dengan harta sebanyak apapun. Ketakwaan kunci kebahagiaan dunia dan akhirat, bagaimana mungkin sakinah ada dalam rumah tangga jika tidak ada kepatuhan kepada-Nya."

"Tapikan bisa saja ada yang seperti itu." Adinsa menyela.

"Bagi kakak pria idaman pria yang beriman." Jawab kak Teti mantap.

"Bisa saja kan kak." Adinsa tidak menyerah, ia belum puas dengan jawaban kak Teti.

Kak Teti membalikkan badan, kembali menginjakkan kakinya di atas pedal mesin jahit. Ia mengayunkan kaki, suara mesin jahit terdengar. "Kamu kenapa Adinsa? Jangan-jangan?" Kak Teti balik bertanya.

"Jangan-jangan apa?" Wajah tirus Adinsa terlihat penasaran.

"Yah, Jangan-jangan, jangan-jangan."

"Apaan sih?" Adinsa mulai kesal.

"SMS yang semalam itu," kak Teti menaha tawa.

"SMS apa?"

Selasa, 29 Maret 2016

Pria Idaman, Pria yang beriman

Sore itu, ketika matahari perlahan membenamkan diri di ufuk barat. Bersembuyi di balik gunung, tampak cahaya keemasan sang surya masih menyinari lembah Sigi. Lembah yang tak seindah dulu lagi rupanya. Debu berterbangan dan hamparan pohon jarak tumbuh di atas tanah-tanah gersang.

Sementara petang kan beranjak, dua anak manusia, asik bercengkrama di depan mesin jahit dan tumpukan kain. Satu, dua sisa potongan kain berserak di lantai.

"Pria yang mampu menjadi imam dalam keluarga, siapa yang tidak menginginkannya," kak Teti membuka pembicaraan. "Dia yang bertanggung jawab, bekerja keras membimbing anak dan istrinya untuk memahami ilmu agama," lanjutnya.

"Pria yang memiliki pemahaman agama yang baik serta pengamalannyaa yang baik pula." Sambung gadis, yang mengenakan jilbab besar berwarna abu-abu.

Suara mesin jahit menyatu dengan percakapan mereka. Sesekali gadis berjilbab abu-abu menggerutu, kesal karena benang putus.

"Kak Teti pilih yang mana?" gadis berjilbab abu-abu mengajukan pertanyaan. "Pria pekerja keras, bertanggung jawab, memenuhi kebutuhan anak dan istri tetapi tidak shalat atau pria yang rajin halat, mengaji, puasa sering berkumpul di mesjid tetapi untuk urusan kebutuhan anak dan istri dia berdalih rezeki Allah yang atur."

Bersambung...

Senin, 28 Maret 2016

Memantaskan Diri

      Cerdas, rupawan, hartawan dan dermawan adalah kriteria pendamping hidup yang dulunya aku dambakan. Hari berganti minggu, proses demi proses terlewati, pernah percaya namun di kecewakan dan pernah kecewa karena terlalu percaya. Cinta berubah benci, tangis dan malu menjadi satu, pilu dan rindu bergemuruh, ketika harap dan ratap bertemu. Aku memilih menjaga hati agar ia tak sakit lagi, agar luka yang dulu tak menganga kembali. Sebab aku pernah percaya namun di kecewakan dan pernah kecewa karena terlalu percaya.

      Tahun-tahun menyakitkan terlalui, aku bisa berdiri meski terkadang jatuh dalam kenangan masa lalu. Menatap  pagi dengan senyum, biarlah waktu menjadi penawar luka sayatan di hati. Tangis telah reda tapi tidak untuk perasaan yang terlanjur terkoyak. Pupus sudah angan, ia cerdas ternayata culas, rupawan pandai bermain hati, hartawan tetapi memandang remeh kehidupan orang.

       Seberapa pantaskah aku untuk mendapatkan pendamping yang sholeh?
Tanya itu kini muncul di benakku, tatkala hati mulai menerima kejadian-kejadian menyakitkan di masa lampau. Teringat Hasan Al Basri pernah memberi nasehat kepada seorang ayah, nikahkanlah anakmu pada pria yang bertakwa, sebab jika ia mencintainya ia akan memuliakanya dan jika ia tidak mencintainya  ia tidak akan menghinakannya. Bilakah aku bertemu dengan yang pria yang bertakwa? Seberapa pantaskah aku untuk mendapatkannya?

      “Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki keji, dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan  yang keji (pula), sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula)...” (Q.S An-Nur : 26)

Akukah perempuan-perempuan yang baik itu?

Dan Pantaskan aku untuk laki-laki yang baik itu?

Dapatkan rezekinya, raih pahalanya

Bekerja bukan sekedar mencari rezeki, bekerja juga  merupakan ibadah. Lelah tidak hanya di bayar dengan rupiah tetapi juga pahala.  Esensi ibadah tidak semata-mata shalat, puasa, zakat, sedekah, dan naik haji.  Ibadah di bagi menjadi dua jenis, yaitu ibadah mahdhah dan ibadah gairuh mahdhah.

Apa itu ibadah mahdhah?
Ibadah mahdhah atau ibadah khusus adalah hubungan manusai dengan Tuhannnya. Yaitu hubungan yang akrab dan suci antara seorang muslim dengan Allah SWT yang bersifat ritual (peribadatan), ibadah mahdah merupakan manifestasi dari rukun islam. Ibadah yang sudah jelas  zahir perintah dan larangannya tidak memerlukan penambahan atau pengurangan. Nah, sudah tahu kan apa jenis-jenis ibadahnya? Yap, shalat, puasa, zakat, naik, haji, umrah bersuci dari hadas besar maupun kecil. Rumusnya “KA + SS”, Karena Allah + Sesuai Syariat.

Apa itu ibadah gairuh mahdhah?
Ibadah gairuh mahdah berarrti mencakup semua perilaku manusia  yang hubungannya dengan manusia. Ibadah gairuh mahdah sering juga disebut ibadah umum, atau muamalah. Segala sesuatu yang dicintai Allah, baik berupa perkataan atau perbuatan, lahir maupun batin yang mencakup seluruh aspek kehidupan. Rumus untuk ibadah gairah mahdhah “ BB + KA” berbuat baik + karena Allah.

Bekerja adalah perbuatan yang baik selama caranya sesuai syariat. Menjadi seorang muslim tidak ada alasan untuk malas bekerja, jika paham hakikat bekerja yang sebenarnya. Bekerja apa saja, selama halal dan di niatkan semata-mata karena ingin meraih ridha Allah SWT, akan bernilai pahala. Raih pahalanya dapatkan rezekinya, di dunia di bayar dengan rupiah, di akhirat insyaAllah di balas dengan surga.

Minggu, 27 Maret 2016

Sesungguhnya Kita Adalah Saudara




Tulisan ini khusus untuk menjawab tantangan ODOP di pekan ke empat. Pengalaman yang paling berkesan dalam hidup. Ada banyak pengalaman yang paling berkesan dalam hidup saya, salah satunya adalah tulisan dengan judul seseungguhnya kita adalah saudara.

Sampai detik ini saya belum mengerti, mengapa begitu banyak orang-orang yang mengaku islam  saling menghina dan menjelek-jelekkan. Menganggap paling benar yang sekufu dengannya dan yang berbeda dianggap berpaling dari kebenaran.


Ada kisah yang tak mengenakan dan membuat saya berfikir , mengapa sesama muslim saling mencela. Dua kisah bertema sama dengan lokasi yang berbeda, intinya sama-sama tidak menyukai muslimah-muslimah yang mengenakan tudung labu (jilbab besar).  Dari dua pengalaman yang tidak mengenakan itulah saya mencoba memahami situasi yang terjadi.

Tidak ada manusia yang sempurna, perkataan itulah yang paling tepat untuk menanggapi kekeliruan  sebagian orang kepada muslimah-muslimah yang mengenakan jilbab besar. Satu yang salah, semua  dianggap sama.  Merata-ratakan penilaian, karena itulah beban muslimah yang baru  berhijrah semakin bertambah.

Belajar dan saling memahami, sesungguhnya kita adalah saudara. Setiap muslim adalah sudara haram diambil nyawa, harta dan kehormatannya. Tidak dikatakan beriman seseorang sebelum ia mencintai saudaranya  seperti ia mencintai dirinya sendiri.
Tulisan  ini mewakili rasa dan seribu tanya, mengapa banyak caci dan cela. Mengapa kita merasa teramat jauh berbeda, bukankah kita sama-sama menginginkan surga. Perbedaan adalah rahmat, maka tidak perlulah kita saling menghujat mencari pembenaran.
Belajar untuk saling mengerti, terlebih pada mereka yang memiliki ilmu yang lebih.

Ada kisah yang tak mengenakan dan membuat saya berfikir , mengapa sesama muslim saling mencela. Dua kisah bertema sama dengan lokasi yang berbeda, intinya sama-sama tidak menyukai muslimah-muslimah yang mengenakan tudung labu (jilbab besar).  Dari dua pengalaman yang tidak mengenakan itulah saya mencoba memahami situasai terjadi.

Tidak ada manusia yang sempurna, perkataan itulah yang paling tepat untuk menanggapi kekeliruan  sebagian orang kepada muslimah-muslimah yang mengenakan jilbab besar. Satu yang salah, semua  dianggap sama.  Merata-ratakan penilaian, karena itulah beban muslimah yang baru  berhijrah semakin bertambah.

Belajar dan saling memahami, sesungguhnya kita adalah saudara. Setiap muslim adalah sudara haram diambil nyawa, harta dan kehormatannya. Tidak dikatakan beriman seseorang sebelum ia mencintai saudaranya  seperti ia mencintai dirinya sendiri.

Tulisan  ini mewakili rasa dan seribu tanya, mengapa banyak caci dan cela. Mengapa kita merasa teramat jauh berbeda, bukankah kita sama-sama menginginkan surga. Perbedaan adalah rahmat, maka tidak perlulah kita saling menghujat mencari pembenaran.
Belajar untuk saling mengerti, terlebih pada mereka yang memiliki ilmu yang lebih.

Rabu, 23 Maret 2016

Mimpi

Entah berapa kali, harus melihat wajahmu dalam mimpi. Senyummu, hingga detik Ini,  tidak pernah bisa terdefenisikan. Aku berfikir ini adalah ujian, sejauh mana dapat ku genggam rindu. Sekuat apa aku bertahan, agar kita tak saling menyapa. 

Wajahmu datang menghiasi mimpi-mimpiku. Entah kapan wajah dan senyumanmu itu enyah. Aku telah berjuang untuk tidak melupakanmu agar bisa menghilangkan wajahmu dari mimpiku. Aku benci, mengapa harus bertahan menunggumu. Bosan dengan semua rasa ini, bilakah ia berakhir? 

Harapan mulai berkurang, di gegoroti kelamnya malam. Mengapa aku masih saja berdiri di tempat yang sama, meski lelah menunggumu yang tak kunjung datang. Jangan pernah minta aku untuk membenci, karena aku tidak pernah tahu. Seperti halnya bagaimana aku bisa mencintaimu.

Belajar Memahami, bukan Menunggu agar di Pahami

Setiap orang punya privasi, ada jawaban atas pertanyaan "Why?". But, tidak semua harus di jelaskan secara gamblang. Ucap permisi sebelum berbuat sesuatu yang menyangkut orang lain. Diam bukan berarti tak ada alasan. Boleh jadi apa yang di anggap sepele oleh sebagian pribadi, tetapi tidak untuk pribadi yang lain.

Saya fikir, tidak semua momen harus di publikasikan. Sekalipun seisi dunia tahu, tidak akan berpengaruh.
Tapi mau di apakan lagi, semua telah terjadi,  Nasi berubah basi. Jadilah ia konsumsi publik.

Bukan bicara soal apa yang sering di perdebatkan banyak orang. Melainkan, nyaman tidak nyaman, suka atau tidak suka.

Baiklah... lagi dan lagi belajar memahami bukan menunggu agar di pahami.

Selasa, 22 Maret 2016

Lagi Baper, nulis sebisanya.

Kalau sudah bicara soal kuliah saya suka baper bawaannya. Hampir lima bulan saya lulus dari salah kampus di kota Makassar. Ada beban tersendiri, bukan hanya saya yang merasakan tapi juga mereka yang baru saka menyelesaikan study dari bangku kuliah.

Pekerjaan dan penghasilan, dua kata yang membuat tekanan hidup bertambah. Pengangguran lebih tepatnya, meski berpenghasilan tapi tidak sesuai jurusan, komentar bagai peluru yang di tembakkan dari segala arah. Tetap saja, bagi sebagian orang, kerja harus sesuai jurusan dan memiliki gaji. 

Semua tidak semudah pemahaman orang, kerja langsung dapat gaji, punya penghasilan bisa beli ini, beli itu. Segalanya butuh proses, sayangnya orang-orang tidak peduli itu. Kuliah, kerja memiliki gaji, lupa bagaimana namanya proses.

Kuliah tidak menjadikan seseorang kaya, memiliki jabatan. Langkah demi langkah harus di tempuh. Lelah, sakit, dan semua kepayahan harus di lewati.


Jumat, 18 Maret 2016

Masa-masa Sulit

Semoga ketika berada di posisi tinggi, kita tidak memandang rendah orang-orang yang mengalami kesulitan finansial.

Saat ini boleh jadi kita di atas, esok lusa bisa jadi kita berada di bawah. Roda kehidupan terus berputar.

Terkadang kita berfikir, "kok betah sih, kerja seperti itu gaji seberapa, mana cukup."  Bagi orang yg memiliki kebutuhan jutaan, jelas tidak cukup jika bekerja dengan penghasilan ratusan ribu perbulan, apalagi di bayar per triwulan.

Cobalah memahami bukan dari sisi kita, tapi dari sisi orang lain. Bagi kita memang tidak akan cukup, tetapi bagi mereka meski terlihat tidak cukup, sebisa mungkin di buat cukup.

Di luar sana, ada sebagian orang yang bekerja keras, apa saja di kerjakan, tenaga terkuras di bayar dengan ribuan lembar yang lusuh. Lagi-lagi bagi kita uang segitu cukup untuk apa? Tapi tidak untuk mereka, dari ribuan lembar itu di tabung hari demi hari, untuk memenuhi kebutuhan sekolah anak-anak mereka. Dan waktu yang berbicara, dari ribuan lusuh, anak-anak mereka menjadi orang berpendidikan, memiliki kedudukan, di hormati oleh banyak orang.

Dan jangan lupa, boleh jadi kitalah anak-anak itu. Anak-anak yang sekolah dari jerih payah orang tua, dari lembaran-lembaran lusuh.

Bukan seberapa banyak uang yang kita dapatkan, tetapi seberapa berkah uang yang kita peroleh.

Kita boleh memandang remeh, Allah maha melihat, Dia tidak pernah tidur, tidak ada yang luput dari pandangan-Nya. segala kesulitan adalah bentuk ujian dari-Nya, Allah akan membalas semua perjuangan, rasa sakit, dan lelah dengan balasan yang setimpal.

Semoga kita tidak menjadi orang-orang yang lupa pernah berada di masa-masa sulit. Pernah menangis, mengiba ke pada Allah. Setiap sujud di penuhi tetes air mata, memohon agar hidup di mudahkan, semua penderitaan berakhir. Segala kesenangan-kesenangan duniawi di panjatkan.  

Hari ini, boleh di kata masa-masa sulit terlewati. Bernafas lega, memiliki rumah untuk berteduh, kendaraan serta penghasilan yang cukup.

Kita tidak perlu kembali ke masa lalu untuk merasakan pahitnya kehidupan orang lain. Cukup mengingat masa-masa sulit, agar tidak pernah lupa,  kita juga pernah susah.

#ODOP
*Adiba Damayanti

Merindu Rasulullah

Ya Rasulullah...
Aku rindu padamu, rindu akhlakmu yang begitu menawan. Rindu kesederhanaan, kedermawan yang engkau contohkan. Ya Rasulullah, aku manusia yang mengaku ummatmu, namun lalai mengerjakan sunnah-sunnahmu. Ya Rasulullah, aku hidup mengejar dunia, mengabaikan akhirat begitu bangganya mengaku ummatmu. 

Ya Rasulullah...
Aku rindu cahaya di wajahmu, cahaya yang meneduhkan. Aku ummatmu sibuk mengurusi urusan duniawi. Petantang petenteng memperlihatkan pada orang bahwa pakaian yang aku kenakan syar'i, tetapi hatiku di penuhi kesombongan. 

Ya Rasulullah...
Aku rindu ingin bertemu, bertanya banyak hal. Terkadang aku bingung melihat orang-orang mengaku mencintaimu sibuk mencaci maki, merasa paling benar. Menfatwa ini haram, itu haram semudah mengeluarkan pendapat. Di sudut sana melarang, di sudut sini membolehkan setelah itu saling menyalahkan, mereka mengaku mencintaimu Ya Rasulullah, tetapi perkataan mereka mulukai hati.

Ya Rasulullah...
Aku merindukanmu, merindu kebaikan yang engkau tebarkan. Engkau tidak pernah mencaci, tidak pernah menghina perkataamu penuh hikmah bahkan pada yang selalu berbuat jahat. Keikhlasan tergambar jelas dalam sirah, engkau begitu mulia.

Ya Rasulullah...
Aku ummatmu, berharap syafaatmu di akhirat kelak. Aku merindukanmu Ya Rasulullah. 


Memahami kehidupan orang lain

Bersyukur dengan apa yang ada dan bersabar dengan apa yang belum ada. Kaya hanya soal berapa banyak harta yang di miliki, berapa banyak uang yang di punyai. Sebagian orang cukup bekerja sambil duduk di ruangan ber AC, menggerekan jari jemari, menuangkan coretan di atas kertas putih, cukup sudah baginya untuk mendapatkan uang puluhan atau bahkan ratusan juta.

Lain halnya dengan sebagian orang, bekerja di bawah sinar sang surya, bermandikan peluh. Cukup baginya untuk mendapat lembaran-lemabaran rupiah lusuh. 

Menggelikan rasanya jika mendengar ada orang yang berkata, " uang segitu mana cukup buat saya," mungkin untuk mereka yang memiliki kebutuhan hidup diatas rata-rata tidak akan pernah cukup dengan uang ribuan, tetapi bagi mereka yang hidup di bawah garis rata-rata uang ribuan yang di anggap remeh dan mudah saja di dapatkan untuk yang berpenghasilan jutaan, buat mereka yang bekerja susah payah teramat sulit untuk mendapatkannya.

Orang akan enteng berbicara jika berada di posisi atas, semua terlihat ringan soal uang yang sulit di dapatkan oleh orang lain, bagi mereka mudah. Itu jika mereka ada di posisi atas, coba saja kalau di posisi bawah, posisi tersulit jangankan lembaran rupiah, untuk mendapatkan recehpun terasa susah.

Semoga kita menjadi orang-orang yang tetap bersyukur, tidal memandang remeh kehidupan orang lain.

Rabu, 16 Maret 2016

Tanyakan pada Ayah dan Ibu

Jika suatu hari nanti kalian melihatku berdiri di depan banyak orang, ucapan selamat dan sukses mengalir bagai air. Jangan tanyakan bagaimana aku bisa meraih kuseksesan yang banyak di impikan orang. Tanyakan pada kedua orang tuaku, siang dan malam tak henti berdoa, dalam diam terus berharap agar aku, anak mereka bisa sukses, menjadi orang hebat nan membanggakan.

Tak ternilai berapa kasih sayang yang mereka berikan. Tak terhitung nominal uang yang mereka bagikan. Kucuran keringat ayah kering di badan, bekerja di bawah terik matahari, guyuran hujan ia abaikan. Kusam dan lebar sobek pakaian ibu abaikan, agar ia bisa menyisihkan uang untuk anaknya. Doa-doa yang terselip dalam bingkai harapan. Meski harus terpisah jauh, menanggung rindu mereka relakan anaknya pergi menuntut ilmu.

Ayah, Ibu maaf jika hari ini anakmu belum bisa menunaikan bakti, maaf juga anakmu belum bisa memberikan pakaian layak, rumah yang kalian impikan kala kita bercengkrama.

Ayah, Ibu maaf jika anakmu yang telah beranjak dewasa lupa bahwa bukan kalian yang mengertiku, tetapi akulah yang harus mengerti kalian. terkadang aku merengek meminta ini dan itu, aku lupa Ayah, ibu, bukan aku yang harusnya  meminta, akulah yang harus memberi kepada kalian.

Ayah, Ibu, doakan pula agar anakmu menjadi anak yang sholeha. Anak yang diijabah doanya.  Anak yang berbakti, berluhur pekerti. 

Jika kalian menemukanku dengan tepuk tangan yang bergemuruh. Tanyakan pada ayah dan ibu bagaimana aku bisa menggapai semuanya. 




Selasa, 15 Maret 2016

Gagal untuk kesekian kalinya

Kapan ya saya sukses, pertanyaan konyol yang kadang hinggap di kepala. Untuk kesekian kalinya gagal, memulai bisnis dari titik nol,banyak rintangan yang saya lewati. Pertama kali memberanikan diri, terjun kedunia bisnis saya membuat stik jagung. Membeli bahan dan alat dengan uang yang telah kami kumpulkan, Berbekal resep dari internet dan modal secukupnya mulalilah saya dan dua teman bereksperimen. Kurangnya pengetahuan dan kali pertama membuat stik jagung, yang jadi bukan stik jagung tapi perkedel jagung. Kecewa? iya, yang lebih mengecewakan lagi tawa teman-teman sekos, bukannya memberi solusi malah tertawa habis-habisan. 

Percobaan kedua, teman saya berinisiatif untuk membeli timbangan, kita harus mengikuti takaran yang di resep begitu katanya. Jadilah teman saya yang satu lagi, di mintai untuk membeli timbangan. Apakah setelah timbangan ada percobaan kami berhasil? Gagal, karena cetakan yang pakai tidak cocok untuk stik jagung bukanya gurih malah melempem. Karena kekurangan dana, saya mengajak teman-teman sekos untuk menginvestasikan dananya sebesar 100.000 perorang, ternyata ajakan saya bersambut, enam orang teman sekos bersedia menginvestasikan dana mereka termasuk teman saya yang menertawai hasil percobaan pertama.

Apakah setelah modal memadai, stik kami berhasil dengan sempurna tidak? Masih gagal. Cetakan sudah cocok, lagi-lagi resep yang tidak sesuai walhasil rasa yang tidak karu-karuan. Setelah melakukan percobaan untuk kesekian kali, akhirnya stik jagung yang kami impikan berwujud jelas dan memiliki ras yang pas.

Apakah setelah stik jagung berhasil dibuat modal yang di keluarkan kembali?
Ditahap ini kami berenam di uji, memasarkan produk ternyata tidak semudah yang kami banyangkan. Satu persatu teman dan dosen kami tawarkan, berhasil?
Tidak, komentar berdatangan. Rasanya kelebihan bahan ini, bentuknya tidak menarik, rasa lebih dominan pedas di banding jagungnya (karena waktu memakai bumbu tabur yang beredar luas di pasaran). Dari semua komentar yang paling pedas adalah komentar salah seorang dosen," berapa timbangannya ini", katanya mengangkat satu bungkus stik, "kalau kalian memasarkam prodak modelnya seperti ini, apa bedanya kalian sama pengusaha kecil yang di luar sana, bentuk, kemasan tidak ada bedanya di  makanan di luar sana", katanya lagi.
Maksud hati menawarkan prodak, malah dapat kuliah khusus. Bukan di beli malah di suruh perbaiki kemasanlah, buatkan labelah, yaelah pak emangnya nggak pakai modal.

Tidak berhenti sampai di situ saja, usahapun berlanjut dengan menawarkan prodak stik jagung ke salah satu organisasi kampus untuk di jual dalam pencarian dana. Meski untung belum di raih, paling tidak modal untuk membeli bahan bisa berputar. 

Apakah kami sukses? Tidak. 
Puncak kegalauan karena modal tidak kembali, ketika mengikuti bazar yang di adakan di kampus, awalnya kami bersemangat karena berfikir salah satu peluang untuk memperkenalkan prodak. Sayang bazar selesai, jangankan untung modal separuh moda tidak kembali. Salah satu teman saya akhirnya menyerah, " sudahlah tidak perlu buat prodak lagi, liat saja modal tidak kembali padahal kita lihat sendiri prodak kita banyak yang laku, ke mana uangnya?"

Gagal untuk kesekian kalinya...
Saya rasa kegagalan yang kami alami, belum cukup untuk membayar kesuksesan. Yang harus kami dapatkan. Sebab sukses mahal harganya dan tidak hanya bisa di tempuh puluhan kali kegagalan, bahkan boleh jadi ribuan kali. 

Apakah stik jagung kini beredar luas di pasaran? 
Tidak.
Ia hanya beredar luas di angan -angan kami.
Kekurangan modal menjadi salah satu penghambat, setidaknya kami bisa belajar untuk menjdi pengusaha sukses perlu kesabar yang ekstra.


Senin, 14 Maret 2016

Adiba Damayanti dan Tulisan Tere Liye

Sebelum duduk di bangku kuliah, saya tidak mengenal Tere liye. Tidak terlintas di benak, siapa Tere Liye, bagaimana, dan semua tentang penulis yang satu ini begitu asing. Anehnya, film Hafalan Shalat Delisa, beberapa kali saya tonton tidak pernah terlintas hasrat untuk mencari tahu siapa penulis cerita yang membuat air mata menetes. Kali pertama saya membaca novel Tere Liye tahun 2013, berawal dari melike halaman facebook Tere liye atas saran dari beberapa senior. Buat saya postingan-postingan Tere Liye unik, caranya yang khas dan mengupas masalah dengan data-data adalah hal yang menarik. Tere Liye, dalam tulisannya mengajarkan tentang kesederhanaan, bersyukur dengan apa yang dipunyai, memiliki sudut pandang berbeda yang tidak saya temukan di novel-novel lain. Jadilah diri sendiri, tidak perlu berpura-pura bahagia. Banyak pesan moral dan mengahargai kehidupan tersurat dalam karya-karya Tere Liye, Dari semua novel Tere Liye yang pernah saya baca, satu novel yang paling berkesan dan termasuk dalam kategori buku yang berpengaruh dalam kehidupan saya. Adalah novel RTDW atau Rembulan Tenggelam di Wajahmu. Lima pertanyaan dalam hidup dan itu adalah pertanyaan-pertanyaan yang muncul di benak saya semasa SMA dan tidak pernah saya temukan jawabannya. Lima pertanyaan dan lima jawaban dalam hidup....

Kamis, 10 Maret 2016

Aspirasi Pagi

Saya ingin jadi diri sendiri Terserah orang mau bilang apa. Baik di omongin, Buruk di ceritain, Pura-pura baikpun di obrolin. Maunya apa? Dengar omongan orang, bisa gila. Nggak salah aja, di omongin, apalagi salah. Manusia di jadikan barometer kebaikan? Dunia jadi gelap. Saya baik, di anggap salah, itu masalah mereka. Ketika orang baik, saya anggap salah itu adalah masalah saya. Selama tidak mengambil hak, merugikan orang lain dan menyalahi perintah Tuhan. Saya berhak menjadi diri sendiri. Terserah orang mau bilang apa... Aspirasi pagi...

Rabu, 09 Maret 2016

Jilbab

Jilbab, siapa yang tidak mengenal pakaian muslimah yang satu ini. Aneka model dan corak bisa di temukan dengan mudah. Dari balita hingga lansia mengenakannya. Ketika muslimah dengan bangga mengenakan pakaian yang menggambarkan identitas diri, kita perlu memberi apresiasi. Hanya saja, akhir-akhir ini saya di landa gelisah,kecewa terkadang menggerutu di dalam dada. Jilbab lambang muslimah itu adalah satu dari sekian fungsi lainnya. Agar tidak di ganggu juga fungsi jilbab, bagaimana jika kita temui banyak muslimah yang berjilbab tetapi sengaja menarik perhatian agar di ganggu? bagaimana pula fenomena remaja berjilbab dengan enteng mengumbar kemesraan bersama lawan jenis, hal ini membuktikan bukan hanya menarik perhatian tetapi merelakan untuk di ganggu. Sedih, ketika wanita muslimah mengenakan jilbab tetapi melupakan fungsi-fungsinya. Hijab di jadikan mode pakaian agar di anggap kekinian. Lekuk tubuh dengan bangga di perlihatkan, fungsi jilbab di abaikan. Saya berharap, semakin tinggi kesadaran muslimah untuk berjilbab semoga seiring sejalan dengan pemahaman tentang jilbab. Jilbab tidak hanya sebagai mode, melainkan melukiskan identitas muslimah secara untuh. Semoga Jilbab syar'i yang di kenakan menggambarkan pengetahuan perihal jilbab.

Senin, 07 Maret 2016

Tanda Tanya (?)



Tulisan ini menjawab tantangan minggu kedua di bulan Maret, perkenalan. Tak kenal maka tak sayang (klasik banget). Nama asli saya sebenarnya Rukdamayanti, lahir di Siney 27 November 1993. Jadi Adiba nama inisial, mengapa mengganti Ruk menjadi Adiba?

10 Oktober 2015, saya menyelesaikan studi di Akademi Teknik Industri Makassar sekarang berganti nama menjadi Poltek ATI Makassar. Menempuh pendidikan selama kurang lebih tiga tahun, di kota Makassar (yailah, di kota Makassar emang dimana lagi?). Mengambil jurusan Teknik dan Menejem Industri konsentrasi Pangan. 2 Maret 2016, saya menandatangi kontrak kerja sebagai Tenaga Penyuluh Lapangan. Kedengaran sih enak, selesai kuliah langsung kerja sebenarnya nggak juga. September 2012 lupa tepatnya tanggal berapa, bermodal ijazah dan keberuntungan selama sekolah tingkat menengah atas, saya mendapatkan beasiswa program Kementrian Perindustrian RI. Selama 3 tahun mengkuti masa pendidikan dan dua tahun sebagai Tenaga Penyuluh Lapangan. Saya telah melewati masa pendidikan, sisanya melanjutkan tugas balas jasa. Setelah itu ngapain?

Kabupaten sigi, domisili saya saat ini, kabupaten yang berada di wilayah selatan kota Palu Sulawesi Tengah. Menyinggung soal Sigi, menurut iklan yang sering saya dengarkan di radio, Sigi merupakan salah  satu daerah startegis untuk menyaksikan Gerhana Matahari Total pada tanggal 9 Maret 2016. (kapan-kapan aja yah cerita GMTnya, lagi perkenan nih). 

Selain sebagai Tenaga Penyuluh Lapangan (TPL), aktivitas saya lain adalah wirausaha. Sibuk  merajut kata, saya juga sibuk merajut tali temali menjadi tas. Kata orang-orang bijak, jika ingin jadi ahli, tetapkan satu pilihan lalu tekuni. Untuk memilih merajut kata atau merajut tali, sebenarnya saya memilih rajut kata, tetapi tidak bisa meninggalkan rajut tali begitu saja (Nah loh?). karena dari rajut-merajut talilah saya mendapatkan pundi-pundi rupiah, hingga bisa nulis di ODOP 2, semua karena bantuan rajut tali, rela membiayai tagihan paket data bulanan (saya nggak bisa berkhianat). Kedua-keduanya butuh fokus yang ekstra, rajut tali nggak sehari dua hari pun demikian dengan rajut kata. (kenapa jadi Curcol?).

Tulisan perkenalan saya, tiap paragraf sepertinya meninggalkan tanda tanya di benak pembaca. Baiklah semoga besok-besok saya bisa menjawabnya.