Jumat, 18 Maret 2016

Masa-masa Sulit

Semoga ketika berada di posisi tinggi, kita tidak memandang rendah orang-orang yang mengalami kesulitan finansial.

Saat ini boleh jadi kita di atas, esok lusa bisa jadi kita berada di bawah. Roda kehidupan terus berputar.

Terkadang kita berfikir, "kok betah sih, kerja seperti itu gaji seberapa, mana cukup."  Bagi orang yg memiliki kebutuhan jutaan, jelas tidak cukup jika bekerja dengan penghasilan ratusan ribu perbulan, apalagi di bayar per triwulan.

Cobalah memahami bukan dari sisi kita, tapi dari sisi orang lain. Bagi kita memang tidak akan cukup, tetapi bagi mereka meski terlihat tidak cukup, sebisa mungkin di buat cukup.

Di luar sana, ada sebagian orang yang bekerja keras, apa saja di kerjakan, tenaga terkuras di bayar dengan ribuan lembar yang lusuh. Lagi-lagi bagi kita uang segitu cukup untuk apa? Tapi tidak untuk mereka, dari ribuan lembar itu di tabung hari demi hari, untuk memenuhi kebutuhan sekolah anak-anak mereka. Dan waktu yang berbicara, dari ribuan lusuh, anak-anak mereka menjadi orang berpendidikan, memiliki kedudukan, di hormati oleh banyak orang.

Dan jangan lupa, boleh jadi kitalah anak-anak itu. Anak-anak yang sekolah dari jerih payah orang tua, dari lembaran-lembaran lusuh.

Bukan seberapa banyak uang yang kita dapatkan, tetapi seberapa berkah uang yang kita peroleh.

Kita boleh memandang remeh, Allah maha melihat, Dia tidak pernah tidur, tidak ada yang luput dari pandangan-Nya. segala kesulitan adalah bentuk ujian dari-Nya, Allah akan membalas semua perjuangan, rasa sakit, dan lelah dengan balasan yang setimpal.

Semoga kita tidak menjadi orang-orang yang lupa pernah berada di masa-masa sulit. Pernah menangis, mengiba ke pada Allah. Setiap sujud di penuhi tetes air mata, memohon agar hidup di mudahkan, semua penderitaan berakhir. Segala kesenangan-kesenangan duniawi di panjatkan.  

Hari ini, boleh di kata masa-masa sulit terlewati. Bernafas lega, memiliki rumah untuk berteduh, kendaraan serta penghasilan yang cukup.

Kita tidak perlu kembali ke masa lalu untuk merasakan pahitnya kehidupan orang lain. Cukup mengingat masa-masa sulit, agar tidak pernah lupa,  kita juga pernah susah.

#ODOP
*Adiba Damayanti

Merindu Rasulullah

Ya Rasulullah...
Aku rindu padamu, rindu akhlakmu yang begitu menawan. Rindu kesederhanaan, kedermawan yang engkau contohkan. Ya Rasulullah, aku manusia yang mengaku ummatmu, namun lalai mengerjakan sunnah-sunnahmu. Ya Rasulullah, aku hidup mengejar dunia, mengabaikan akhirat begitu bangganya mengaku ummatmu. 

Ya Rasulullah...
Aku rindu cahaya di wajahmu, cahaya yang meneduhkan. Aku ummatmu sibuk mengurusi urusan duniawi. Petantang petenteng memperlihatkan pada orang bahwa pakaian yang aku kenakan syar'i, tetapi hatiku di penuhi kesombongan. 

Ya Rasulullah...
Aku rindu ingin bertemu, bertanya banyak hal. Terkadang aku bingung melihat orang-orang mengaku mencintaimu sibuk mencaci maki, merasa paling benar. Menfatwa ini haram, itu haram semudah mengeluarkan pendapat. Di sudut sana melarang, di sudut sini membolehkan setelah itu saling menyalahkan, mereka mengaku mencintaimu Ya Rasulullah, tetapi perkataan mereka mulukai hati.

Ya Rasulullah...
Aku merindukanmu, merindu kebaikan yang engkau tebarkan. Engkau tidak pernah mencaci, tidak pernah menghina perkataamu penuh hikmah bahkan pada yang selalu berbuat jahat. Keikhlasan tergambar jelas dalam sirah, engkau begitu mulia.

Ya Rasulullah...
Aku ummatmu, berharap syafaatmu di akhirat kelak. Aku merindukanmu Ya Rasulullah. 


Memahami kehidupan orang lain

Bersyukur dengan apa yang ada dan bersabar dengan apa yang belum ada. Kaya hanya soal berapa banyak harta yang di miliki, berapa banyak uang yang di punyai. Sebagian orang cukup bekerja sambil duduk di ruangan ber AC, menggerekan jari jemari, menuangkan coretan di atas kertas putih, cukup sudah baginya untuk mendapatkan uang puluhan atau bahkan ratusan juta.

Lain halnya dengan sebagian orang, bekerja di bawah sinar sang surya, bermandikan peluh. Cukup baginya untuk mendapat lembaran-lemabaran rupiah lusuh. 

Menggelikan rasanya jika mendengar ada orang yang berkata, " uang segitu mana cukup buat saya," mungkin untuk mereka yang memiliki kebutuhan hidup diatas rata-rata tidak akan pernah cukup dengan uang ribuan, tetapi bagi mereka yang hidup di bawah garis rata-rata uang ribuan yang di anggap remeh dan mudah saja di dapatkan untuk yang berpenghasilan jutaan, buat mereka yang bekerja susah payah teramat sulit untuk mendapatkannya.

Orang akan enteng berbicara jika berada di posisi atas, semua terlihat ringan soal uang yang sulit di dapatkan oleh orang lain, bagi mereka mudah. Itu jika mereka ada di posisi atas, coba saja kalau di posisi bawah, posisi tersulit jangankan lembaran rupiah, untuk mendapatkan recehpun terasa susah.

Semoga kita menjadi orang-orang yang tetap bersyukur, tidal memandang remeh kehidupan orang lain.

Rabu, 16 Maret 2016

Tanyakan pada Ayah dan Ibu

Jika suatu hari nanti kalian melihatku berdiri di depan banyak orang, ucapan selamat dan sukses mengalir bagai air. Jangan tanyakan bagaimana aku bisa meraih kuseksesan yang banyak di impikan orang. Tanyakan pada kedua orang tuaku, siang dan malam tak henti berdoa, dalam diam terus berharap agar aku, anak mereka bisa sukses, menjadi orang hebat nan membanggakan.

Tak ternilai berapa kasih sayang yang mereka berikan. Tak terhitung nominal uang yang mereka bagikan. Kucuran keringat ayah kering di badan, bekerja di bawah terik matahari, guyuran hujan ia abaikan. Kusam dan lebar sobek pakaian ibu abaikan, agar ia bisa menyisihkan uang untuk anaknya. Doa-doa yang terselip dalam bingkai harapan. Meski harus terpisah jauh, menanggung rindu mereka relakan anaknya pergi menuntut ilmu.

Ayah, Ibu maaf jika hari ini anakmu belum bisa menunaikan bakti, maaf juga anakmu belum bisa memberikan pakaian layak, rumah yang kalian impikan kala kita bercengkrama.

Ayah, Ibu maaf jika anakmu yang telah beranjak dewasa lupa bahwa bukan kalian yang mengertiku, tetapi akulah yang harus mengerti kalian. terkadang aku merengek meminta ini dan itu, aku lupa Ayah, ibu, bukan aku yang harusnya  meminta, akulah yang harus memberi kepada kalian.

Ayah, Ibu, doakan pula agar anakmu menjadi anak yang sholeha. Anak yang diijabah doanya.  Anak yang berbakti, berluhur pekerti. 

Jika kalian menemukanku dengan tepuk tangan yang bergemuruh. Tanyakan pada ayah dan ibu bagaimana aku bisa menggapai semuanya. 




Selasa, 15 Maret 2016

Gagal untuk kesekian kalinya

Kapan ya saya sukses, pertanyaan konyol yang kadang hinggap di kepala. Untuk kesekian kalinya gagal, memulai bisnis dari titik nol,banyak rintangan yang saya lewati. Pertama kali memberanikan diri, terjun kedunia bisnis saya membuat stik jagung. Membeli bahan dan alat dengan uang yang telah kami kumpulkan, Berbekal resep dari internet dan modal secukupnya mulalilah saya dan dua teman bereksperimen. Kurangnya pengetahuan dan kali pertama membuat stik jagung, yang jadi bukan stik jagung tapi perkedel jagung. Kecewa? iya, yang lebih mengecewakan lagi tawa teman-teman sekos, bukannya memberi solusi malah tertawa habis-habisan. 

Percobaan kedua, teman saya berinisiatif untuk membeli timbangan, kita harus mengikuti takaran yang di resep begitu katanya. Jadilah teman saya yang satu lagi, di mintai untuk membeli timbangan. Apakah setelah timbangan ada percobaan kami berhasil? Gagal, karena cetakan yang pakai tidak cocok untuk stik jagung bukanya gurih malah melempem. Karena kekurangan dana, saya mengajak teman-teman sekos untuk menginvestasikan dananya sebesar 100.000 perorang, ternyata ajakan saya bersambut, enam orang teman sekos bersedia menginvestasikan dana mereka termasuk teman saya yang menertawai hasil percobaan pertama.

Apakah setelah modal memadai, stik kami berhasil dengan sempurna tidak? Masih gagal. Cetakan sudah cocok, lagi-lagi resep yang tidak sesuai walhasil rasa yang tidak karu-karuan. Setelah melakukan percobaan untuk kesekian kali, akhirnya stik jagung yang kami impikan berwujud jelas dan memiliki ras yang pas.

Apakah setelah stik jagung berhasil dibuat modal yang di keluarkan kembali?
Ditahap ini kami berenam di uji, memasarkan produk ternyata tidak semudah yang kami banyangkan. Satu persatu teman dan dosen kami tawarkan, berhasil?
Tidak, komentar berdatangan. Rasanya kelebihan bahan ini, bentuknya tidak menarik, rasa lebih dominan pedas di banding jagungnya (karena waktu memakai bumbu tabur yang beredar luas di pasaran). Dari semua komentar yang paling pedas adalah komentar salah seorang dosen," berapa timbangannya ini", katanya mengangkat satu bungkus stik, "kalau kalian memasarkam prodak modelnya seperti ini, apa bedanya kalian sama pengusaha kecil yang di luar sana, bentuk, kemasan tidak ada bedanya di  makanan di luar sana", katanya lagi.
Maksud hati menawarkan prodak, malah dapat kuliah khusus. Bukan di beli malah di suruh perbaiki kemasanlah, buatkan labelah, yaelah pak emangnya nggak pakai modal.

Tidak berhenti sampai di situ saja, usahapun berlanjut dengan menawarkan prodak stik jagung ke salah satu organisasi kampus untuk di jual dalam pencarian dana. Meski untung belum di raih, paling tidak modal untuk membeli bahan bisa berputar. 

Apakah kami sukses? Tidak. 
Puncak kegalauan karena modal tidak kembali, ketika mengikuti bazar yang di adakan di kampus, awalnya kami bersemangat karena berfikir salah satu peluang untuk memperkenalkan prodak. Sayang bazar selesai, jangankan untung modal separuh moda tidak kembali. Salah satu teman saya akhirnya menyerah, " sudahlah tidak perlu buat prodak lagi, liat saja modal tidak kembali padahal kita lihat sendiri prodak kita banyak yang laku, ke mana uangnya?"

Gagal untuk kesekian kalinya...
Saya rasa kegagalan yang kami alami, belum cukup untuk membayar kesuksesan. Yang harus kami dapatkan. Sebab sukses mahal harganya dan tidak hanya bisa di tempuh puluhan kali kegagalan, bahkan boleh jadi ribuan kali. 

Apakah stik jagung kini beredar luas di pasaran? 
Tidak.
Ia hanya beredar luas di angan -angan kami.
Kekurangan modal menjadi salah satu penghambat, setidaknya kami bisa belajar untuk menjdi pengusaha sukses perlu kesabar yang ekstra.


Senin, 14 Maret 2016

Adiba Damayanti dan Tulisan Tere Liye

Sebelum duduk di bangku kuliah, saya tidak mengenal Tere liye. Tidak terlintas di benak, siapa Tere Liye, bagaimana, dan semua tentang penulis yang satu ini begitu asing. Anehnya, film Hafalan Shalat Delisa, beberapa kali saya tonton tidak pernah terlintas hasrat untuk mencari tahu siapa penulis cerita yang membuat air mata menetes. Kali pertama saya membaca novel Tere Liye tahun 2013, berawal dari melike halaman facebook Tere liye atas saran dari beberapa senior. Buat saya postingan-postingan Tere Liye unik, caranya yang khas dan mengupas masalah dengan data-data adalah hal yang menarik. Tere Liye, dalam tulisannya mengajarkan tentang kesederhanaan, bersyukur dengan apa yang dipunyai, memiliki sudut pandang berbeda yang tidak saya temukan di novel-novel lain. Jadilah diri sendiri, tidak perlu berpura-pura bahagia. Banyak pesan moral dan mengahargai kehidupan tersurat dalam karya-karya Tere Liye, Dari semua novel Tere Liye yang pernah saya baca, satu novel yang paling berkesan dan termasuk dalam kategori buku yang berpengaruh dalam kehidupan saya. Adalah novel RTDW atau Rembulan Tenggelam di Wajahmu. Lima pertanyaan dalam hidup dan itu adalah pertanyaan-pertanyaan yang muncul di benak saya semasa SMA dan tidak pernah saya temukan jawabannya. Lima pertanyaan dan lima jawaban dalam hidup....