Jumat, 04 Maret 2016

Semoga Allah menggantikannya dengan yang lebih baik

Semoga Allah menggantikannya dengan yang lebih baik

Saat kita memilih meninggalkan someone special, "pacar" karena Allah. Harapan kita, semoga Allah menggantikannya dengan yang lebih baik.

Maksud lebih baik, bukan dapat pacar yang lebih tampan, lebih tajir, lebih kece, lebih dari sebelumnya.

Lebih baik dalam artian baik menurut Allah bukan baik menurut manusia.
Kita memilih mematuhi aturan-Nya, demi mendapatkan Ridha-Nya.

Tidak mudah, bukan berarti kita abai, tidak peduli. Menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya adalah kewajiban seorang hamba.

Terkadang kita mengeluh, sibuk bertanya, mengapa Allah belum juga memenuhi pinta kita. Pacar yang perhatian, peduli, atau bertanya kenapa Allah tak kunjung memberi pacar.

Kita terlalu sibuk meminta, hingga kita lalai bersyukur. Allah selalu memberi bahkan sesuatu yang tidak pernah kita minta.

Pernahkah kita meminta agar di beri nafas, jantung terus berdetak, nadi tak henti berdenyut.

Berdiri kokoh dengan kedua kaki, menggenggam kuat dengan kedua tangan, melihat keindahan dunia dengan kedua mata, mengecap aneka rasa makanan dan minuman dengan lidah. Berucap ribuan kata dengan mulut.

Pernah kah kita meminta?

Lalu, merengek-rengek meminta agar bisa berpacaran, atas nama cinta yang sebenarnya hanyalah nafsu.

Terkadang mengambil keputusan, lagi-lagi atas nama cinta yang sebenarnya hanyalah nafsu.

Sunset menawan di sore hari akan menjadi saksi dua sejoli yang tengah di mabuk asmara. Langit, bulan, bintang-gemintang dan malam kan menjadi saksi sepasang kekasih bertemu melepas rindu. Saksi di hari kemudian.

Tinggalkan jika benar mencintai-Nya. Tinggalkan, semoga Allah menggantikannya dengan yang lebih baik.

*Adiba Damayanti

Halalkan atau Ikhlaskan

Lupakan semua tentang kita.
Tentang aku dan kamu.
Cinta bukan berapa banyak kata mesra yang terucap.
Cinta bukan seberapa romantis ketika bersua.
Halalkan atau ikhlaskan
Lupakan semua tentang kita.
Semua kenangan yang terlewati.
Cinta perlu pembuktian, tidak perlu janji tapi bukti.
Cinta tidak hanya berani bertemu orang tua,
 tetapi seberapa berani kamu bertanggungjawab pada Tuhan.
Halalkan atau ikhlaskan..
Cinta tidak harus memiliki,
Maju untuk menghalkan atau mundur untuk mengikhlaskan. 

Rabu, 02 Maret 2016

Merenda mimpi bersama ODOP 2

       Menjadi penulis bermartabat, berkualitas dan berkelas,  memerlukan proses yang panjang, tekun dan tidak boleh menyerah. Menulis tidak jauh beda dengan keterampilan lainnya, seperti halnya memasak butuh kesabaran untuk menghasilkan makanan yang lezat. Tidak cukup dengan modal saya suka menulis, saya mau jadi penulis, bakat saya menulis, tapi tidak pernah menulis, apakah tulisan langsung tersaji di depan mata. Tidak ada yang instan, bahkan mie instan saja yang namanya instan, butuh proses agar bisa melahapnya.

       Sayangnya, empat kalimat di atas semata-mata teori yang menempel di batok kepala saya istilah bekennya ngomdo (ngomong doang), realisasinya nol. Bersyukurnya, saat saya banyak cakap Allah gerakan tangan hamba-Nya yang mualaas ini membuka Facebook. Disanalah  saya menemukan tulisan bang Syaiha tentang One Day One Post 1. Wah bagus banget nih... cocok buat saya, tapi sayang seratus kali sayang pendaftarannya sudah lama di tutup. Nyesel juga kenapa baru sempat baca, kemana aja selama ini (tepok jidat), tapi sebagai seorang muslim nggak boleh putus asa, di syukuri, meski tidak jadi anggota ODOP, sempat baca itu sudah sesuatu banget. Teringatlah saya pada ayat di al-qur’an, “Barang siapa bersyukur maka akan di tambah nikmatnya, dan siapa yang tidak bersyukur, sesungguhnya azab Allah sangat pedih”. Nah dari pada di azab, mending bersyukur, kalau jodoh pasti bertemu. Saya berharap, semoga bang Syaiha tergerak hatinya membuka pendaftaran One Day One Post 2.
Di bulan februari  harapan saya berbalas, pendaftaran One Day One Post 2 dibuka. Tanpa pikir panjang saya langsung mendaftarkan diri, kesempatan baik jangan di tunda-tunda. Setelah masuk di grup ODOP 2, ternyata bukan saya doang yang berharap, banyak juga yang menginginkan kelahiran One Day One Post 2.
     
       Kenapa mengikuti One Day One Post 2, tugas pertama dari bang Syaiha. Jawabannya, yah karena pengen jadi penulis, (yaelah semua orang juga tahu ikut ODOP bakal jadi ahli rangkai kata-kata bukan ahli rangkai bunga, apalagi ahli masak).  Alasanya, nah itu dia kalau di tanya, buanyak alasanya. Mendisiplikan diri menulis, selama ini kebiasaan menulis saya parah. Nulis 3 hari seminggu bolos, nulis seminggu sebulan nggak pernah muncul (parah kan? Kalau sudah begini mimpi jadi penulis sampai kelapa berbuah pinang juga, tidak akan terwujud). Tidak pernah PD dengan tulisan sendiri, tulisan empat halaman (serasa ada yang kurang), fakir kosa kata, miskin gaya bahasa, kadang nggak nyambung lain judul lain yang di bahas. Sadis, semua jadi masalah, sudah jadi juri, kritik sana-sini, jadi haters pula (kapan jadi penulis?). Liat tulisan anak-anak di KBM, PD saya merosot, turun drastis. Tulisannya mendayu-dayu, diksinya manis, mengalir seperti air (saya kapan bisanya?). lagi-lagi saya merasa kurang dari segala sisi, kurang inilah, kurang itulah (sampai ada yang teriak, syukurnya juga tuh yang kurang). Ya, Boleh jadi rasa syukur saya yang kurang, punya kemauan jadi penulis satu tingkat di atas mereka yang tidak punya keinginan menulis. Banyak orang yang tidak memiliki kemauan, nggak tahu mau buat apa. Hidup, yah hidup aja, jadi apa kedepannya ikuti arus, mau di bawa kemana yah terserah takdir maunya apa (pasrah...).

       Alasan yang terakhir dari sekian banyak alasan yang tidak bisa saya tulisakan, adalah harapan saya menjadi bagian dari keluarga besar ODOP 2 mampu memabawa saya kearah yang lebih baik, istiqomah menulis. Bagi saya menulis adalah ibadah, “tidaklah Allah, menciptkan jin dan manusia melainkan untuk beribadah”. Setip kalimat yang tertulis semoga mengandung manfaat. Kerana sebaik-baik manusia adalah manusia yang bermanfaat. Semoga saya tetap komitmen menjadi bagian dari ODOP 2 dengan terus memposting tulisan di blog tiap hari.

      Merenda mimpi bersama ODOP, meyulam harapan, merajut doa, merangkai kata sebagai bukti memaksimalkan potensi, mensyukuri nikmat yang telah di beri. Terimakasih buat bang syaiha, telah mendeklarasikan ODOP, mohon bimbingannya, tegurannya, bila saya dan teman-teman yang lain mulai bertingkah. 

Selasa, 01 Maret 2016

Menunggumu...


Apakah aku masih menunggumu?
Ya.
Aku menunggumu tahun kemarin, tahun ini dan tahun yang akan datang

Apakah aku lelah menunggumu?
Tidak.
Tidak untuk hari ini, esok dan hari yang akan datang

Mengapa aku menunggumu?
Entahlah...
Bukankah ada ribuan pria yang pernah aku temui dan hingga detik ini aku masih setia menunggumu.

Aku masih di sini, menunggumu, menghabiskan malam menatap rembulan. Menikmati sepi, desau angin yang berbisik. Menatap langit, berbicara pada bintang.

Aku akan menunggumu.
Jika belum saatnya, usah datang menemuiku. Biarkan malam, bulan, angin dan bintang menjadi saksi kesendirian ini. Saksi yang tak akan bedusta di hari kemudian.

Aku menunggu, menjaga kesucian rindu, tak perlu rayuan mesra, karena setiap ucapan kan di mintai pertanggungjawaban.

Aku tetap menunggumu, menggenggam rindu, hingga takdir berkata lain.


Sigi, 1 Maret 2016







Senin, 29 Februari 2016

29 Februari 2016



29 Februari 2016

                Beginikah rasanya, kali pertama setelah bertahun-tahun lamanya, tanpa arah yang jelas. Merangkai kata demi kata, melompat dari judul satu ke judul yang lain. Meramu ide, menjadi tulisan yang enak di baca. Dari usia belasan hingga menuju angka puluhan, tak ada satupun naskah yang terkirim. Hingga saya memberanikan diri mengirim naskah dalam sebuah lomba menulis, 29 Februari 2016. Tanggal yang hanya ada sekali dalam empat tahun, saya mengirim naskah, dan itu adalah pertasi baru yang saya lakukan dalam menulis. Begitu lama berproses, tidak percaya diri, merasa tulisan saya yang paling jelek, tidak terstruktur, miskin kosa kata dan semua masalah membuat saya tidak pernah berani mengirim naskah.
              
                 29 Februari 2016, langkah baru di mulai, melawan rasa malas dan keputus asaan. Ada banyak tulisan nangkring di laptop saya, diataranya Surat untuk Sang Mantan tulisan dua tahun lalu. Saya revisi, dan mempostingnya diblog, berharap satu dua orang terinspirasi. Menulis tidak hanya bermodalkan bakat, di perlukan keberanian dan kerja keras. Harapan saya naskah yang pertama menjadi salah satu naskah terbaik, sejejar dengan dua puluh naskah lainnya. Meski sebenarnya yang paling penting bagi saya adalah terkirimnya naskah, setelah sekian lama berkutat dengan huruf-huruf.

                 29 Februari 2016, hari pertama tulisan saya di ODOP. Hari bersejarah yang hanya bisa di kenang sekali dalam empat tahun. Tetap semangat, semoga tulisan bernilai ibadah dan kelak mendapatkan balasan setimpal,  sebab Allah tahu cara terbaik membalas kebaikan.
               

Minggu, 28 Februari 2016

Surat untuk Sang Mantan (Edsi revisi)



 Surat untuk Sang Mantan 
Tak selayaknya aku kembali membuka lembaran lama antara kita, bukan karena aku ingin mengurai kembali masa-masa indah bersama atau mengingat  kembali duka yang akhirnya membuat kita harus berpisah. Kita di ditakdirkan untuk saling mengenal, tapi tidak di takdirkan untuk bertemu. Meskipun tak bertemu didunia, aku yakin di akhirat kelak kita akan bertemu untuk mempertanggungjawabkan semua yang telah diperbuat. Maafkan jika kebodohanku telah membuat kita terjerumus dalam perbuatan yang sia-sia. Khilaf adalah alasan yang tepat saat kau datang menawarkan cinta, jujur saat itu aku sangat rapuh. Meski ragu menerima, tetapi aku juga tak punya nyali untuk menolak. Apalah daya aku hanya seorang gadis yang memiliki iman setipis kulit ari.
Hawa nafsu telah mempermainkan dan  merendahkan kehormatan perasaan yang aku miliki. Rela dibuai janji-janji dan kata-kata manis, “cintaku sebesar gunung uhud.” begitu katamu. Ribuan menit menanti telfon dan sms, demi melepas gundah dihati. Tanpa sadar telah banyak waktu terlewati demi menunggu dan tak terbilang berapa banyak pulsa habis untuk menghubungi. Dan semua berakhir dengan kesia-siaan.
Menunggumu adalah hal terbodoh yang pernah aku lakukan, kegelisahan tak berujung penantian tak pernah bertepi. Tiada yang bisa kulakukan selain menunggu, membiarkan hati tersiksa. Dinding kamar ikut mengejek, meja belajar tak henti mencomooh, jam dinding seakan berkata,“sampai kapan kau akan menunggu, jarumku terus berputar dan kau masih saja setia menunggu seseorang yang tidak akan pernah  datang.
Hubungan kita berakhir dengan kata-kata menyayat hati. kau telah berpaling ke wanita lain. Aku hanya bisa menangis, meratap, memaksa batin untuk menerima kenyataan. Mengapa  aku harus menunggu. Inikah balasan  terbaik atas semua penantianku, di manakah cinta sebesar gunung uhud itu? Kemana janji-janji manis dan semua omong kosong yang pernah kau ucapkan. Penyesalan  terbesarku bukan pada penghinatan yang kau lakukan, tetapi sesal  atas waktu yang kuhabiskan untuk menunggu, menunggu, dan menunggu.
Maaf, bukan maksud menyalahkan dan  merendahkan, aku hanya ingin kau tahu betapa sulit melewati hari-hari dengan penyesalan. Bangkit dan berdiri, belajar menerima apa yang telah terjadi. Aku telah banyak belajar dari setiap dusta yang kau katakan, memetik hikmah dari setiap duka yang kau berikan, balasan  setiap tetes air mata  yang  tumpah. Sungguh aku sangat bersyukur, ketika pasangan kekasih  bertemu, bergandeng tangan, bermesra dan entah apalagi yang mereka lakukan. Kita tak pernah melakukan itu, dan beginilah cara Allah mengajarkan  arti sebuah kesucian. Meski sakit, terluka dan berurai air mata, semua terbalas dengan pelajaran yang berharga. Sungguh tak relah jika kau menyentuh kulit, membelai rambut, dan menggenggam tanganku, karena semua akan berbicara di hari kemudian.
kau telah menyadarkanku pandai agama, rajin sholat, rajin ke mesjid atau bahkan menjadi imam tidak cukup menjamin seseorang bisa bertanggungjawab dengan kata-kata dan perbuatannya. Sebab tak ada satupun manusia luput dari godaan setan, hawa nafsu yang menggebu-gebu, mengalahkan keimanan bertahun-tahun lamanya. Aku belajar dari setiap pengalaman yang telah terlalui. Menitih kembali langkah yang sempat jatuh dan terpuruk dalam lumpur dosa. Masa lalu yang kelam telah menjadi pelajaran berharga dan akan terus menjadi pengingat, agar aku tak terperosok kedalam lubang yang sama.
Surat untuk sang mantan, judul yang mengawali baris demi baris kalimat yang kurangkangai sebagai ucapan permohonan maaf dan ucapan terimaksih, karena melalui kisah pahit bersama kau di masa lampau, Allah telah memberikan ibrah yang sangat berharga. Diamanapun kau berada, doaku semoga kau dapat menemui jalan,  seperti jalan yang ketemui saat ini. Jalan diamana kebahagiaan bisa diraih tanpa harus melanggar perintah-Nya. Dan inilah memang kebahagiaan yang sesungguhnya. Belajarlah dengan baik jangan lupakan akhirat, kita tidak selamanya hidup didunia. Menyesalah hari ini, sebelum hari esok tak ada lagi, menangislah karena kesalahan yang telah diperbuat. Jangan berbangga diri dengan apa yang kau miliki dan apa yang akan kau raih nanti. Teruslah belajar, jangan lupakan Pemilik alam semesta. Tak  ada artinya jika semua yang kau raih tanpa Ridho-Nya. Tak usah ragu akan hari esok, selama masih ada malam yakinlah fajar kan menyingsing. Tak perlu ragu dengan rezeki, selama masih ada kehidupan, tak akan berhenti Allah memberi. Tak perlu silau dengan glamor dunia, karena semua hanya kefanaan belaka.