Selasa, 28 Juni 2016

Wanita masa lalumu

Aku ingin berbagi kerinduan dengannya, pada wanita yang pernah menghuni relung hatimu. Aku tahu kau masih saja menghubunginya, bertanya kabar. Meskia dia, wanita dimasa lalumu tampak acuh, dia tidak marah pun tak membenci.

Kau berharap ia menghubungi, bertanya kabar walau sekedar berbasa-basi. Namun ia tak kunjung menyapamu, ketahuilah ia tidak melupakanmu.

Biar sedikit kujelaskan mengapa ia menjauhimu menjaga jarak. Ia tidak seperti wanitamu ini, wanita yang memaksa agar bisa memilikimu seutuhnya, meski aku sadar tak takdir belum tentu menyatukan kita.

Aku wanita yang selalu memaksa jalan cerita, membuat segalanya seolah indah, menipu hati kecilku. Ia wanita yang tahu sebatas mana ia harus mencinta, sebatas mana ia harus berjuang. Ia wanita masa lalumu, memperbaiki diri menjaga jarak bukan hanya denganmu tetapi dengan lelaki yang bukan mahram.

Ia wanita masa lalumu percaya pada takdir, bukan hanya dilisan, tidak sekedar dihati tetapi ditunjukan dengan perbuatan. Ia wanita masa lalumu, menjaga rindu, menyampaikannya pada pemilik hati.

Ia rela mundur, bukan karena memberikan kesempatan untukku, ia ingin agar kau ikut memperbaiki diri. Maafkan aku wanitamu, lisan kadang berdusta, aku tidak seuntuhnya mencintai, aku terlalu banyak menuntut, banyak meminta padahal cinta sesungguhnya bukan meminta tetapi memberi.

27 Juni 2016
*Adiba Damayanti

Untukmu, Penghuni hatiku

Harus ku akui, jika sikapmu mulai berubah. Tatapanmu tak lagi seindah dulu, senyumanmu tak lagi menyenangkan. Benarkah hatimu berpaling? Seperti dikatakan banyak orang.

Apa yang membuat cintamu memudar, bukankah aku masih secantik dulu, tak berubah, masih sama seperti pertama kali kita berjumpa. Tubuhku masih selangsing dulu, tak katemui lemak bersusun. Baju yang kau berikan, masih muat kupakai. Pesonaku, apa kau meragukannya? Lupakah kau, bagaimana caraku meyakinkanmu, berhari-berhari kau merajuk, mendiamkanku, tak sudih jika wanitamu banyak yang mengagumi.

Apa yang membuatmu berubah? Bukankah selama ini aku tak pernah menuntutmu lebih. Hanya cinta dan perhatian, itupun rela ku bagi dengan mereka yang juga menyayangimu. Aku juga tidak memintamu segera membawaku kedepan penghulu. Aku tahu perjuanganmu tidak mudah, wajah kusut dan cara bicaramu menjelaskan semuanya.

Kesetiaan, jangan lupakan itu, kita berjanji tidak akan saling menghinati.

Adakah wanita lain? Penghuni baru dihatimu. Apakah kau menemukan sosok keibuan darinya, pribadi yang tidak kau dapatkan dari wanita manja sepertiku. Maaf jika aku sedikit kaku, sulit menjadi seperti apa yang kau mau, sebab wanitamu ini tidak pernah mengenal sosok ibu seumur hidupnya. Wanita yang belajar kasih dari kerasnya kehidupan. Wanita yang tidak pernah mendapatkan kehangatan dalam keluarga. Wanita yang belajar cinta dari rasa iba orang.

Jika wanita baru itu mampu menjadi sandaran keluhmu, menjadi sosok ibu penghibur lelahmu. Izinkan aku wanitamu, belajar darinya, menimba ilmu menjadi sosok wanita keibuan yang kau idamkan. Kau tak perlu risau, aku tahu sebatas apa aku harus cemburu. Bukankah aku dan dia sama-sama wanita yang belum halal untukmu. Tak mengapa bila aku harus berbagi perhatian dengannya. Selama kau belum memutuskan pada siapa hatimu kan berlabuh, rasanya tak berhak aku melarangmu. Aku hanya wanita yang bertumpu pada janji-janjimu, sekali kau ingkar hilang semua harapanku.

Dan bila suatu hari nanti,  tak jua kau temui sosok keibuan dariku, izinkan aku belajar menjadi ibu dari anak-anakmu.
28 Juni 2016
*Adiba Damayanti