Selasa, 15 Maret 2016

Gagal untuk kesekian kalinya

Kapan ya saya sukses, pertanyaan konyol yang kadang hinggap di kepala. Untuk kesekian kalinya gagal, memulai bisnis dari titik nol,banyak rintangan yang saya lewati. Pertama kali memberanikan diri, terjun kedunia bisnis saya membuat stik jagung. Membeli bahan dan alat dengan uang yang telah kami kumpulkan, Berbekal resep dari internet dan modal secukupnya mulalilah saya dan dua teman bereksperimen. Kurangnya pengetahuan dan kali pertama membuat stik jagung, yang jadi bukan stik jagung tapi perkedel jagung. Kecewa? iya, yang lebih mengecewakan lagi tawa teman-teman sekos, bukannya memberi solusi malah tertawa habis-habisan. 

Percobaan kedua, teman saya berinisiatif untuk membeli timbangan, kita harus mengikuti takaran yang di resep begitu katanya. Jadilah teman saya yang satu lagi, di mintai untuk membeli timbangan. Apakah setelah timbangan ada percobaan kami berhasil? Gagal, karena cetakan yang pakai tidak cocok untuk stik jagung bukanya gurih malah melempem. Karena kekurangan dana, saya mengajak teman-teman sekos untuk menginvestasikan dananya sebesar 100.000 perorang, ternyata ajakan saya bersambut, enam orang teman sekos bersedia menginvestasikan dana mereka termasuk teman saya yang menertawai hasil percobaan pertama.

Apakah setelah modal memadai, stik kami berhasil dengan sempurna tidak? Masih gagal. Cetakan sudah cocok, lagi-lagi resep yang tidak sesuai walhasil rasa yang tidak karu-karuan. Setelah melakukan percobaan untuk kesekian kali, akhirnya stik jagung yang kami impikan berwujud jelas dan memiliki ras yang pas.

Apakah setelah stik jagung berhasil dibuat modal yang di keluarkan kembali?
Ditahap ini kami berenam di uji, memasarkan produk ternyata tidak semudah yang kami banyangkan. Satu persatu teman dan dosen kami tawarkan, berhasil?
Tidak, komentar berdatangan. Rasanya kelebihan bahan ini, bentuknya tidak menarik, rasa lebih dominan pedas di banding jagungnya (karena waktu memakai bumbu tabur yang beredar luas di pasaran). Dari semua komentar yang paling pedas adalah komentar salah seorang dosen," berapa timbangannya ini", katanya mengangkat satu bungkus stik, "kalau kalian memasarkam prodak modelnya seperti ini, apa bedanya kalian sama pengusaha kecil yang di luar sana, bentuk, kemasan tidak ada bedanya di  makanan di luar sana", katanya lagi.
Maksud hati menawarkan prodak, malah dapat kuliah khusus. Bukan di beli malah di suruh perbaiki kemasanlah, buatkan labelah, yaelah pak emangnya nggak pakai modal.

Tidak berhenti sampai di situ saja, usahapun berlanjut dengan menawarkan prodak stik jagung ke salah satu organisasi kampus untuk di jual dalam pencarian dana. Meski untung belum di raih, paling tidak modal untuk membeli bahan bisa berputar. 

Apakah kami sukses? Tidak. 
Puncak kegalauan karena modal tidak kembali, ketika mengikuti bazar yang di adakan di kampus, awalnya kami bersemangat karena berfikir salah satu peluang untuk memperkenalkan prodak. Sayang bazar selesai, jangankan untung modal separuh moda tidak kembali. Salah satu teman saya akhirnya menyerah, " sudahlah tidak perlu buat prodak lagi, liat saja modal tidak kembali padahal kita lihat sendiri prodak kita banyak yang laku, ke mana uangnya?"

Gagal untuk kesekian kalinya...
Saya rasa kegagalan yang kami alami, belum cukup untuk membayar kesuksesan. Yang harus kami dapatkan. Sebab sukses mahal harganya dan tidak hanya bisa di tempuh puluhan kali kegagalan, bahkan boleh jadi ribuan kali. 

Apakah stik jagung kini beredar luas di pasaran? 
Tidak.
Ia hanya beredar luas di angan -angan kami.
Kekurangan modal menjadi salah satu penghambat, setidaknya kami bisa belajar untuk menjdi pengusaha sukses perlu kesabar yang ekstra.


2 komentar: