Surat untuk Sang Mantan
Tak selayaknya aku kembali membuka lembaran lama antara kita, bukan karena aku ingin mengurai
kembali masa-masa indah bersama atau mengingat
kembali duka yang akhirnya membuat kita harus berpisah. Kita di ditakdirkan untuk saling
mengenal, tapi tidak di takdirkan
untuk bertemu. Meskipun tak bertemu didunia, aku yakin di akhirat kelak kita akan bertemu untuk mempertanggungjawabkan
semua yang telah diperbuat. Maafkan jika kebodohanku telah
membuat kita terjerumus dalam perbuatan yang sia-sia. Khilaf adalah alasan yang tepat
saat kau datang menawarkan cinta, jujur
saat itu aku sangat rapuh. Meski ragu menerima, tetapi aku juga tak punya nyali
untuk menolak. Apalah daya aku hanya seorang gadis yang
memiliki iman setipis kulit ari.
Hawa
nafsu telah mempermainkan dan merendahkan
kehormatan perasaan yang aku miliki. Rela dibuai janji-janji dan
kata-kata manis, “cintaku sebesar
gunung uhud.” begitu katamu. Ribuan menit menanti telfon dan sms, demi melepas gundah dihati. Tanpa sadar telah banyak
waktu terlewati demi menunggu dan tak terbilang berapa banyak
pulsa habis untuk menghubungi. Dan semua berakhir dengan kesia-siaan.
Menunggumu adalah hal terbodoh yang pernah aku lakukan,
kegelisahan tak berujung penantian tak pernah bertepi.
Tiada yang bisa kulakukan selain menunggu, membiarkan hati tersiksa. Dinding kamar ikut mengejek, meja belajar
tak henti mencomooh, jam dinding seakan berkata,“sampai kapan
kau akan menunggu, jarumku terus berputar
dan
kau masih saja
setia menunggu seseorang yang tidak akan pernah
datang.”
Hubungan
kita berakhir dengan kata-kata menyayat hati.
kau telah berpaling ke wanita lain.
Aku hanya bisa menangis, meratap, memaksa
batin untuk menerima kenyataan. Mengapa
aku harus menunggu. Inikah balasan
terbaik atas semua penantianku, di manakah cinta sebesar gunung uhud
itu? Kemana janji-janji manis dan semua omong kosong yang pernah kau ucapkan. Penyesalan terbesarku bukan pada penghinatan yang kau
lakukan, tetapi sesal atas
waktu yang kuhabiskan untuk menunggu,
menunggu, dan menunggu.
Maaf,
bukan maksud menyalahkan
dan merendahkan, aku hanya ingin kau tahu betapa sulit melewati
hari-hari dengan penyesalan. Bangkit dan berdiri, belajar menerima apa yang
telah terjadi. Aku telah banyak
belajar dari setiap dusta yang kau katakan, memetik
hikmah dari setiap duka yang kau berikan, balasan setiap tetes air mata yang tumpah. Sungguh
aku sangat bersyukur, ketika pasangan kekasih bertemu,
bergandeng tangan, bermesra dan entah apalagi yang mereka
lakukan. Kita tak pernah
melakukan itu, dan beginilah cara Allah mengajarkan arti sebuah kesucian. Meski sakit, terluka
dan berurai air mata, semua terbalas dengan pelajaran yang berharga.
Sungguh tak relah jika kau menyentuh kulit, membelai rambut, dan
menggenggam tanganku, karena semua akan
berbicara di hari kemudian.
kau
telah menyadarkanku pandai agama, rajin sholat, rajin ke mesjid atau bahkan
menjadi imam tidak cukup menjamin seseorang bisa bertanggungjawab dengan
kata-kata dan perbuatannya. Sebab tak ada
satupun manusia luput dari godaan setan, hawa nafsu yang menggebu-gebu,
mengalahkan keimanan bertahun-tahun lamanya. Aku
belajar dari setiap pengalaman yang telah terlalui. Menitih kembali langkah
yang sempat jatuh dan terpuruk dalam lumpur dosa. Masa lalu yang kelam
telah menjadi pelajaran berharga dan
akan terus menjadi pengingat, agar aku tak terperosok kedalam lubang yang sama.
Surat
untuk sang mantan,
judul yang mengawali baris demi baris kalimat yang kurangkangai sebagai ucapan
permohonan maaf dan ucapan terimaksih,
karena melalui kisah pahit bersama kau di masa lampau, Allah
telah
memberikan ibrah yang sangat
berharga. Diamanapun
kau berada, doaku semoga kau dapat menemui jalan, seperti jalan yang ketemui saat ini. Jalan
diamana kebahagiaan bisa diraih tanpa harus melanggar perintah-Nya. Dan inilah memang
kebahagiaan yang sesungguhnya. Belajarlah
dengan baik jangan lupakan akhirat, kita
tidak selamanya hidup didunia. Menyesalah
hari ini, sebelum hari esok tak ada lagi, menangislah karena kesalahan yang
telah diperbuat. Jangan berbangga diri dengan apa yang kau miliki dan apa yang
akan kau raih nanti. Teruslah belajar,
jangan lupakan Pemilik alam
semesta. Tak ada artinya jika semua yang kau raih tanpa
Ridho-Nya. Tak usah
ragu akan hari esok, selama
masih ada malam yakinlah fajar kan
menyingsing. Tak
perlu ragu dengan rezeki, selama masih ada kehidupan, tak akan berhenti Allah memberi.
Tak perlu silau dengan glamor dunia, karena semua hanya kefanaan belaka.
Ketika mantan pergi pasti ada hikmahnya. Buktinya sekarang Khikmahnya datang juga kan mba Adiba? Hehehe
BalasHapusselamat datang khikmah...
Hapuskomen dong tulisannya,
Ayo melupakan mantan..๐๐๐
BalasHapusMantanku kini jadi belahan jiwaku (baca = istri) ๐ hehee
BalasHapusMantanku kini jadi belahan jiwaku (baca = istri) ๐ hehee
BalasHapus