Adiba Damayanti
salam kenal... buat yang belum kenal. menulis bagi saya adalah obat. berbagi banyak hal, semoga tulisan yang ada di dalam blog dapat menginspirasi bagi yang membacanya
Sabtu, 29 November 2025
Siapa yang akan percaya
Rabu, 28 Februari 2018
Hijrahmu untuk siapa?
Aku malu. Sungguh betapa aku mangakui kejahilan ini. Benar aku telah hijrah, belajar menjadi baik. Berproses memperbaiki kesalahan yang dulu pernah ku lakukan.
Seiring berjalannya waktu, aku telah menjadi muslimah yang baik, itu kataku. Iya, aku tidak berpacaran, tidak juga menjalin hubungan tanpa status, tidak mencari-cari perhatian pada seorang ikhwan.
Aku benar telah melakukan hal yg di ajurkan agama, menjaga diri, juga menjaga hati. Tidak ku pamer ibadahku di media sosial. Tidak juga ku umbar mushaf yang telah kuhatamkan. Tidak pula ku pasang foto profil, wanita sholehah. Tidak pernah sekalipun ku upload foto diri dengan jilbab panjang tergerai dengan gamis menjuntai. Tidak! tidak pernah sekalipun ku perlihatkan diriku dan amal-amal baik yang pernah ku perbuat.
Aku bersembunyi, di balik keramaian dunia maya . Ketika orang-orang sibuk memperlihatkan apa yang pantas di banggakan.
Semoga dalam kesunyian ini, Allah mempertemukanku dengan seseorang yang juga sibuk menyembunyikan diri dengan amal-amal baiknya. Harapan yang dulu sangat bangga ku ceritakan pada kawan-kawanku.
Dengan hati berbunga ku tuliskan di akun pribadi. "Sungguh, jika disana kamu menjaga, disini aku akan setia" Untuk siapa? Untuk dia, seseorang yang tak tau kapan datangnya. Untuk Tuan tak bernama. Untuk seseorang yang tak tau di mana rimbanya.
Ibadah-ibadah yang ku lakukan, bukan untuk surga yang ku tuju, bukan lagi ridho yang ku cari. Tapi dia, yang ku selip kriterianya dalam doa, "Baik akhlak dan agamanya"
Aku ingin baik. Ya... Karena aku ingin di pasangkan pula dengan yang baik. Aku ingin taat, karna aku ingin dia yang taat pada Rabbku.
Hijrah ini untuk siapa?
Selasa, 01 November 2016
Tentang Kita
Ya akhi, jika engkau berpikir hadirku kembali, menghidupkan rasa yang lama. Maaf ya Akhi, sungguh tidaklah demikian maksud hati ini.
Ya Akhi, tidak ku sesalkan kita pernah bersama, tidak pula ku tangisi perpisahan di antara kita. Begitulah takdir yang harus dilewati. Luka memang, tapi tidak mengapa jika kita mampu mengambil pelajaran darinya.
Ya Akhi, justru sangat ku sesalkan bila di hati kita masih terselip harapan untuk kembali bersama, berdua-duaan, bercengkrama hingga larut malam, saling memberi perhatian, saling merindukan padahal kita paham bahwa perilaku semacam itu tak dapat di benarkan.
Ya Akhi, maaf jika aku pergi tanpa pamit. Sebab rasanya tak ada alasan yang bisa ku jelaskan. Sebagimana dulunya aku datang tanpa permisi.
Senin, 31 Oktober 2016
Hati yang lelah
اسلام عليكم
Apa kabar saudariku?
Semoga hati-hati kita masih sama seperti yang dulu.
Rindu, sungguh hati ini merindu ya ukhti. Rindu kebersamaan, tawa, canda, celoteh dan hari-hari dimana kita berjuang, mengikis ego, saling memahami. Kita memang berbeda namun tujuan kita sama.
.
Apa kabar hati-hati kita, mungkinkah ia mulai lelah? Atas amanah yang dibebankan. Atas perjuangan tanpa ujung.
.
Masihkah kita menjadi orang-orang pilihan. Insan yang diberi kesempatan, lebih dari yang lain. Mengemban tanggungjawab sekaligus belajar.
.
Hati kita mungkin mulai lelah, melihat kenyataan yang tak seindah harapan.
Ingat ya ukhti, tugas kita menasehati bukan menghakimi, tugas kita memahamkan bukan memaksakan.
Paham tanpa paksaan, paham tanpa hinaan.
.
Dakwah sungguh tak lagi Indah jika niat kita telah berubah yang dulunya untuk Allah sekarang berubah karena untuk manusia, untuk organisasi dan kepentingan kelompok.
.
Tugas kita memperbaiki tanpa harus merusak. Jika ada yang salah hari ini, bukan manusianya yang salah. Barangkali hati-hati kita sedang kotor, sedang lelah dan niat kita mungkin telah berubah pula.
.
Sebelum memperbaiki umat, jauh lebih kita memperbaiki hati.
Kamis, 13 Oktober 2016
Jawaban yang tak sesuai kenyataan
Entah hanya aku mungkin yang merasa, atau mungkin juga ada segelintir orang diluar sana merasakan hal yang sama.
Entah kemana harus bertanya, entah pada siapa harus berbagi. Keresahan yang menghadirkan banyak tanya. Mengahantarkan pada kegelisahan yang tak berujung.
Ku temukan diriku dulu hanya seorang anak manusia yang mengaku beragama. Namun, hidupnya sangat jauh dari nilai-nilai agama. Ku tahu Tuhanku, sekedar tahu saja. Ku tahu nabiku, sekedar tahu saja.
Hidayah menyapa. Setelah begitu banyak pertanyaan bergemul di benak. Dari mana? Hendak apa? Kemana muara kehidupan ini?
Satu persatu pertanyaan mulai terjawab. Aku pikir ketika ku temukan jawaban, keresahanku mulai berkurang.
Entah mengapa, ada sekelumit tanya yang tak bisa terjawabkan, meski berkali-kali ku temukan jawaban.
Jawaban yang benar, kenyataan yang berbeda, mungkin demikian. Apa yang salah? Begitulah tanya yang seakan enggan pergi.
Dari satu langkah ke langkah yang lain, dari satu tempat yang lain. Ku temukan fakta, bahwa banyak orang-orang dan akupun di antaranya.
Bangga pada tempat kajiannya, membangga-banggakan lalu dengan sadar merendahkan yang lain. Membangga-banggakan lembaganya, ormasnya meremehkan yang lain. Mebangga-banggakan kelompoknya merendahkan yang lain.
Yang tak sepaham berarti tak segolongan. Engkau dari mana, aku dari mana.
Bukan. Bukan karena aku bingung menyimpulkan mana yang benar mana yang salah. Hanya saja aku bingung, kenapa semua merasa benar, sibuk membenar-benarkan dan yang paling membingungkan kenapa sibuk menyalahkan.
Entahlah... Mungkin hanya aku yang merasa. Mungkin hanya aku pula yang sibuk bertanya.
*Adibah Damayanti
Rabu, 12 Oktober 2016
Tentang Kita (Part 1)
Teruntuk dirimu yang tertulis namanya di lauh mahfuz, yang terus memperbaiki diri, istiqomah dalam kesendirian, menjaga pandangan tidak pula mengumbar harapan. Kelak, jika kita bertemu, semoga engkau menemukan diriku seperti halnya dirimu.
Jika aku berharap kebaikan yang apa pada dirimu adalah kebaikan untukku. Kaupun berhak mendapatkan kebaikan yang ada pada diriku.
Semisal ada keburukan pada dirimu, tentulah kan kau temui keburukan pada diriku.
Sebagimana usaha dan sabarmu, sedemikian pula ikhtiar dan doaku.
Jika tak satupun wanita yang berani kau sentuh jemarinya. Maka tak satupun lelaki yang ku izinkan menyentuh jemariku.
Sebesar apa harapanmu agar dipertemukan dengan yang terbaik, sebesar itu pula harapanku.
*Adibah Damayanti
Selasa, 11 Oktober 2016
Menyesal, kenapa baru baca sekarang
Dulu... Waktu masih kuliah buku yang satu ini, jangankan baca, liat judul sama sampulnya saja sudah tdk suka. "Nikmatnya pacaran setelah pernikahan" di tambah gambar ada pasangan suami istri lagi boncengan naik sepeda. Keknya pembahasannya nikah-nikah, malas masih kuliah, mau fokus jomblo dulu (hehehe) fikiran saya waktu itu.
Cukup lama buku ini menginap di kos, selama itu juga saya tidak pernah baca bukunya, liat dari kejauhan. Tidak tertarik sama sekali.
Ada beberapa senior merekomendasikan, "Baca dek, bukunya Bagus. " kesimpulan dari mereka isinya Bagus. Fikir saya paling senior, mau menikah, makanya bilang Bagus.
Beberapa tahun kemudian, saya akhirnya membeli buku ini juga. Alasannya, buka karena penasaran sama tulisannya yang katanya keren itu, tapi karena kebiasaan saya beli buku di toko buku online kalau timbangannya belum cukup 1 kg, mesti tambah 1 buku lagi. Sayang ongkir ( hehehe)
Entah karena waktu itu saya sedang galau atau entah karena apa, yang pasti sebab izin Allah. Saya membaca buku ini sampai selesai. Dan kesimpulannya, saya menyesal kenapa baru baca bukunya bulan September kemarin, kenapa tidak dari tahun-tahun kemarin.
Nikmat Pacaran Setelah Pernikahan, menggugah dan menginspirasi.
Malam ini, sahabat skaligus spupu plus teman sekos saya, lagi baca buku ini. Baru halaman awal sudah meneteskan air mata. Saya tidak tahu karena dia terbawa perasaan atau entah karena berpikir, "kenapa baru baca bukunya sekarang. "
Nah, buat kamu-kamu yang sedang di uji perasaanya. Sedang dekat sama seseorang tanpa kejelasan dan kamu tahu apa hukumnya. Tapi, karena kurang yakin, setengah-setengah berhijrah, tetap saja berhubungan. Buku ini bisa jadi solusi.
Tulisan ini tidak bermaksud promosi. Sekedar ingin berbagi, merekomendasikan buat para muslim wa muslimah yang belum ingin menikah, yang punya gandengan tapi belum nikah² atau yang ingin menikah tapi belum punya gandengan (calon).
*Adibah Damayanti